kontrak dan bersamamu


--
Harapmu memang tinggi. Aku ingin tertawa dan entah kenapa terdengar lucu. Lucu diingat dan samar untuk dikenang.

"Pokoknya kita harus ngontrak ya," pintamu tegas, "aku gak mau ya kita memberatkan orang tersayang, yang telah membesarkan kita."

"Tapi 'kan kita bisa rencanakan itu nanti. Kita bisa jalani dan nikmati. Apa salahnya kita tinggal sementara."

"Ih.. aa mah gitu. Pokoknya harus ya!" Kamu merajuk seperti biasa. Aku yang mendengarnya, ingin tahu seperti apa mimik wajahmu. Apa lucu atau terlihat manis. 

Kamu, ya, sosok yang punya pesona dengan sejuta hal yang aku belum pahami. Aku berpikir, apakah bisa yang kita harap dibuktikan semua. Bukan aku lemah, cuma aku kok malu sendiri. Dengan harapmu itu aku seolah ada di padang pasir dengan arah yang membingungkan. Jalanya ada. Tapi takut terlalu jauh tersesat di lautan harap.

Aku kira kamu sama kayak mereka. Sibuk dengan hal kecil lupa pada apa yang dirangkai. Bingung pada apa yang akan dijalani. Cemas pada nasib. Ya, kamu ternyata lagi menenggelamkan aku pada ruang yang tak berkesudahan.

Kalau kamu pahami, sejatinya kita hari ini tengah mengontrak... pada apa yang belum kita miliki. Kita mencicil rasa. Kita merindu untuk masa cerah yang masih buram.

Pertanyaan lalunya, inginmu itu pantasnya diperjuangkan. Bukan oleh siapa tapi kita. Kita bersama mencatat sejarah. Kita pula yang mewarnai. Tak usah cemas, esok pasti akan cerah di masanya. Yakin dan tetap kuat. (*)

                    Mahyu An-Nafi |  7/4/21

Posting Komentar

0 Komentar