memilih diam

Aku wanita dan biasa memendam rasa. Tak bisa jua terbuka macam mereka. Aku selalu diam menendam agar kelak kamu tahu. Tahu ada seseorang yang selalu menantimu dalam doa juga pengharapan. Meski itu terdengar lugu, berharap pada apa yang tak bisa diperjuangkan.

Aku wanita biasa yang mungkin berharap pada lelaki biasa. Yang punya banyak pecinta dan ragam karya. Tak tahu diri dan terus saja mengeja asa di tengah histeria mereka yang mengaharap pada lelaki gagah nan cerdas di sana.

Kadang aku takut, apa yang lakukan hanya kebodohan semata...

Tiap hari mengikuti coretanmu. Tiap saat merindukanmu. Tiap jam menanti akankah kamu tahu bahwa kamu tak sendiri. Ketidakpedean memberi aku cekaman dan tekukan jiwa. Aku tersiksa dengan jiwaku. Sayangnya, mungkin kamu takkan tahu.

Aku tidak tahu apa harapku akan seperti Fatimah mencintai Ali. Diam dalam cinta juga rindu. Tuhan pun pertemukan mereka dalam peradaban cinta yang mempesona. Sedangkan aku, bagaimana pemilik semesta menakdirkan? 
Aku takut kamu berdampingan dengan mereka dan aku harus bangga dengan harap yang tak terlaksana.

Ini doaku untukmu, maaf kalau berlebihan.

***
kamu yang kuharap,

Ya Allah, hamba lemah dengan rasa ini.

Bila dia yang terbaik untuk hamba, maka pertemukan kami dalam naungan ridha-Mu.
Kalau dia bukan dan harus bersama yang lain, beri hamba kekuatan untuk menerima kenyataan yang ada.

Ya Allah hamba tak tahu kenapa wajah itu yang hiasi hariku. Kenapa pula mau menanti selama yang tak dipastikan masa. Hamba hanya tahu dia istimewa dan bersamanya yakin akan bisa mewarnai dunia hamba yang kaku lagi monoton. Hamba suka dia dengan apa yang dia miliki.

Ya Allah yang Maha Tahu isi hati hambanya, kalau merindu ini dosa yang berlipat mudahkan jalan kami menuju cinta penuh pahala berlipat. Seseungguhmya kami lemah dan Engkau maha perkasa akan semua yang tak hamba pahami.

Ya Allah padamu hamba meminta dan padanya hamba berharap.

**

Demikian apa yang aku takuti. Entah di masa yang mana, aku yakin kamu akan tahu bahwa apa yang goreskan bukan sekedar kata. Aku menanti dengan segenap apa yang luluhan rasa juga jiwa. Saat itu, aku harap kamu tak menertawakan ketidakpedean. Mungkin terlambat, tapi aku percaya dengan istilah beken itu: rasa yang pasti akan kembali pada pelabuhan yang siap menampungnya. Sekalipun badai bertiup kencang, percaya jadi jaminan harapnya. 

Semoga saja harapku dimudahkan dan di-izinkan oleh-Nya. Maafkan aku merindu kamu diam-diam.

From,
Seseorang yang selalu galau. []

                      Mahyu An-Nafi | 10/4/21

Posting Komentar

0 Komentar