Menata Cita Untuk Masa Cerah

Sebuah kata bisa menjadi cambuk untuk melecut harap. Sebuah kata bisa kata bisa juga pengantar akan jalan yang gelap. Itu baru kata apalagi untaian kata yang telah lama digores di jantung hati, di sanubari, atau di catatan hari yang penuh dengan mimpi.

Kamu yakin akan tetap begitu. Apa tidak ingin menengok orang lain yang cerah. Kata seseorang.

Apa hidupku ada yang salah hingga ada banyak orang yang ingin mengoreksinya? Kebingungan itu yang sering buatku terus merenung. Sebuah fase yang terkadang sukar dibayangkan, tapi inilah hidup. Kita tak akan menjadi apa-apa karena keluhan atau mendengar gerutu mereka yang belum memahami jiwa kita.

Aku jadi ingat saya adik bungsuku bertanya, "cita-cita aa memang apa?"
Ya saya jawab singkat, "ingin jadi penulis dan pembisnis."
"Tapi kok tadi ada yang menyebut ustadz."
"Ya, manggil saja. Itu bukan cita aa."
Dia pun terdiam...

Dari sana aku menangkap banyak hal terkait hidup ini bahwa apa sesungguhnya cita-citaku sampai kini belum jelas. Sampai masa punya jalannya sendiri mengantarkan pada kecerahan nasib. Mungkin saat itu barulah aku yakin bahwa cita-citaku telah tercapai. 

Kala melihat orang lain yang lebih manis nasibnya aku kadang cemburu dan mempertanyakan apa dan kenapa meraka di usia semuda itu telah memperoleh masa nan cerah, di lain sisi aku masih betah dengan duniaku yang penuh keceriaan dan kesederhanaan.

Lama-lama geli juga memikirkan hal demikian. Bahwa hidup manusia tak selalu sama. Ada selalu jalan yang sengaja menjeda. Ada yang manis awalnya ujungnya pahit. Ada yang pahit awalnya ujungnya manis. Atau sebaliknya yang lebih mengiriskan ketika pahit dan ujung makin pekat di jiwa, saat itulah ujian yang tak mudah menyapa.

Setelah aku pikir akan lebih baik menikmati apa yang t'lah dimiliki tanpa harus menyesal dengan jalan yang Allah gariskan. Mensyukuri dan terus mencatat untuk menatap masa yang lebih cerah. Sebab kita tidak tahu apa yang kita inginkan apakah mengantarkan pada cita dan jiwa yang menyejukkan atau sebaliknya hanya memberi luka dalam hari-hari yang sulit. Mungkin kita tak akan paham, saat meraskan maka akan menyesal. Tapi percuma menyesali saat semua telah terjadi.

Masa cerah itu tercium wangi dan sudah mendekat. Melangkah menuju. Akan kemana aku geserkan langkah akan berefek besar pada langkah selanjutnya. Menunggu menjadi kata termanis untuk dilakukan untuk menunmbuhkan rasa percaya di jiwa yang mudah goyah harapnya. Wallahu 'alam. []

              Mahyu An-Nafi | 3/5/21

Posting Komentar

0 Komentar