Kelas ke-8 KMRD dari Cerpen dan Olah Rasa

 
Kelas KMRD dari Cerpen Sampai Olah Rasa
Dokumen pribadi

"Gimana ke Serang-nya, libur ya," kata emak sepulang mengantar dari Pasar.

"Kok libur Mak," jawabku datar.

"Ya, biar Emak nanti ada yang mengantar ke Pasar lagi," berjalan sesekali tersenyum padaku di tengah kesibukannya.

"Ah, Emak! Anaknya punya cita-cita kok gitu. Harusnya dukung biar cepat sukses," aku berkata dengan makanan penuh di mulut. Mulutku penuh makanan. Waktu sudah mepet untuk santai. Jam 11.30 lebih. Lebih 1,5 jam lagi kelas menulis terlaksana.

Emak hanya tersenyum. Senyumnya Emak juga mengingatkan aku dengan seseorang di sana, yang melarang aku tidak dulu ikut kelas menulis. Entah kenapa di saat bersaman sama, sama-sama melarang.

"Jangan ke Serang! Libur aja," kata dua wanita yang tidak aku duakan. Tapi keduanya wanita spesial, setidaknya di hatiku bukan dihatimu. Itu urusanmu.

Dia cemas dengan kondisi tubuhku kemasukan angin terlalu banyak, dia khawatir aku babak belur dipeluk angin. Atau di bawa dewa angin. Atau Super Man gak pake Is Dad.

Butuh satu malam debat dan diskusi panas meyakinkannya. Sesekali merajuk dan mengambek, menjelaskan seperti apa cita-cita dan prinsip ku. Tidak mudah memang, tapi aku suka dia ngambek setidaknya aku merasa diperhatikan. Beda kalau kamu ngambek, ya sudah aku tinggalkan. Haha.

Entah kenapa setiap berangkat ke Kelas Menulis itu, ada saja persoalan membelit. Kadang aku berpikir, apa salah aku belajar? Apa aku terlalu ambisius bermimpi? Apa aku salah dengan inginku? Atau ini ujian seperti mereka yang punya mimpi dan berusaha keras menjemputnya, ending-nya tidak selalu menggembirakan? Jawabnya aku simpan sampai sejarah melihatku nanti seperti apa. Apa akrab atau mendelik kesal.

Setelah sampai di Rumah Dunia, aku bertemu teman-teman seangkatan. Ada pula Ibu Tias, Teh Putri dan temannya, Kang Salam dan isteri serta lainnya. Tidak banyak memang, tapi dari mereka aku banyak belajar. Belajar menjadi orang yang hidup. Hidup orang kan beda-beda.

"Jadi tulisan itu, ada masuk ke berita dan feature. Feature sendiri turun ke Esai, opini. Nanti ke puisi, cerpen dan novel," kata Mas Gong di Rendez-Vous Cafe, minggu (8/5/23), Serang Banten.

"Kalau ingin mudah menulis gunakan rumus 5W+1H. Itu modal saya kalau ke mana-mana. Itu harus jadi kebiasaan. Sehingga kalau ke mana-mana saya menggunakannya sehingga membuat saya mudah mendapatkan ide dan gagasan," ungkapnya sesekali membuat kami tertawa dengan joke-nya.

Mas Gong menyampaikan proses kreatifnya menulis. Pengalamannya "diculik" pegiat Literasi kalau sedang dapat tugas kunjungannya. Setiap orang. Setiap penulis harus riset lapangan dulu atau riset pustaka. Singkatnya ada proses untuk sampai ke sana. Tidak ujug-ujug dikenal dan harum. Tanpa proses panjang, kamu hanya jadi kulub cau di perdaban dunia serba pragmatis ini!

Ada juga testimoni dari Mbak Puteri terkait prosesnya menemukan minat menulis sampai berhasil menelurkan novel. Tulisannya pula pernah bertengger di Kompas dan Tempo. Disampaikan apa ada nya. Ia angkatan  ke 19 angkatan KMRD. Jauh juga!

"Proses menulis itu meningkat karena kita (mau) latihan sendiri."

Lanjutnya juga, "Ingatlah, saat tulisanmu ditolak surat kabar maka mareka yang karyanya sudah muat pun sama, pernah mengalami apa yang kamu rasa. Bedanya mereka mau berlatih dan terus berjuang," begitu katanya.

Setelah kelas selesai, aku shalat ashar empat rakaat pake bonus dua. Wudhu dengan air. Berjalan dengan kaki. Senyum dengan mimpi. Berdoa dengan lisan dan hati penuh yakin.

 Tidak lupa, aku pun meminjam empat buku lagi plus 1 buku. Silakan jumlah. Aku pun ingin nulis tapi baru jam 23.30 baru bisa. Terus gitu, bucin dan diskusi tentang dunia rasa dengan seseorang. Ah wanita, lagi-lagi tidak mudah memahami jiwa mereka. Senyum di luarnya tetapi ada sisi di mana aku terheran-heran.

"Wanita itu indah sebagai fiksi dan berbahaya sebagai kenyataan," sesumbar Rocky Gerung.

Aku tidak setuju, bagiku wanita indah sebagai ciptaan Tuhan dan beruntung bagi yang dipertemukan dengan keindahan itu dalam kenyataan. Aku ingin melihat mereka secara nyata, secara utuh dan apa adanya. Bukan sebagai fiksi. Sejauh yang aku pahami dari sana akan menemukan rahasia kedalaman jiwa, membuatku merasa hidup abadi. Sepahit apapun kenyataan.

Mas Gong menantang kami membuat novel mungil, ya cukup 5 bab dan tiap bab 10 halaman. Boleh 10 bab 5 halaman. Ditunggu sampai akhir Mei. Mudah dan gampang katanya. Dan aku tertantang untuk mencoba. Meminta pada Pemilik Semesta, mudahkan menuliskannya. Mudah katanya tapi buatku harus merasa mudah juga, Hasilnya gimana nanti.

Karena ini sudah malam, mata mulai adu cepat dengan detak jam. Pukul 01.00 masih terjaga. Hanya untuk menulis bahwa tadi momen proses kreatif ku. Proses aku bisa menulis, bisa berkarya dan harus berjaya. Mungkin kamu sudah tertidur saat aku menulis ini, dan aku belum tidur.

Tidurku nanti kalau sudah terpejam dan menutup mata dengan senyuman kebanggaan. Selamat malam Para Pemimpi. Jangan berhenti berharap, semoga itu jadi kenyataan. Mimpi dan cita-cita baikmu. (*)

Pandeglang, 8 Mei 2023     01.03

NB: kalau bahasanya agak lebay, pahami ya. Mungkin penulisnya lagi terjebak di suatu labirin yang, mereka dewasa paham. Haha.

Posting Komentar

0 Komentar