Tentang Penulis

Pelatihan kepenulisan di almamater. (Dokumentasi pribadi)

Mahyu An-Nafi itu nama pena dari Mahyudin. Lelaki biasa, punya cita-cita besar dan dia anak Emak-nya. 

Orang Pandeglang, lahir di pandeglang, besar di pandeglang dan terus meniti karir di pandeglang.

Entah di suatu masa nanti apa akan tetap di Pandeglang? 

Itu sih, gimana Allah memberi takdir terbaik untuk hamba-Nya. Hamba yang baik hanya mampu menerima lagi berdamai dengan macam Qodo-Qodar-Nya.

Penulis pernah aktif di KBM (Komunitas Bisa Menulis), grup Facebook yang diasuh oleh Bunda Asma Nadia, Pak Isa Alamsyah, dkk.

Di sana ia berlatih dan pernah digembleng. Tulisannya sering kena banned.

Sedihnya, grup terbesar itupun ikut kena banned pihak facebook karena terlalu banyak mata-mata yang melaporkan member aktif menulis realitas politik secara gamblang lagi emisonal, cari aman FB mengeksekusi grup yang telah melahirkan banyak penulis on-line di masanya.

Pernah banyak ikut event kepenulisan, sedikit menangnya dan banyak kalahnya. Hal itu, sempat membuat ia terpuruk. Terperosok di kesunyian. Kekalahan beruntun lama-kelamaan membuat dia insyaf, sadar bahwa selama ini kualitasnya masih minor. Harus ditingatkan.

Dia tidak ingin menyerah dan kalah lagi. Tulisannya sudah banyak di kirim media nasional, seprti teman-teman tahu; banyak yang ditolak ada juga sih yang diterima. Apes banget ya? Ha ha ha.

Atas saran Kak Ningsih, teman sekaligus mentor-nya di facebook, dia memberanikan membuat blog. Betapa bungah juga senang hatinya, ternyata di blog dia seperti hidup kembali, bisa jadi itu akan menuntun pada bintang penuh warna. Thanks, kak Ningsih! 

Sekalipun begitu, baginya hidup itu perlu makna; dan langkah itu bagian dari usaha. Sekecil apapun akan tetap memiliki gema, apalagi tulisan yang sudah lama dia geluti.

Penulis, pertama kali mengenal dunia kata itu semasa merah lagi bau cikur mengenal namanya asmara. Dunia yang penuh warna dan kelok. kalau kata orang: cinta monyet tapi bukan sama monyet, kan dia manusia ..., ya, sama orang pastinya. Ha ha ha.

Dia mulai rajin menulis puisi, kalau itu layak disebut, menuangkan gundah di jiwa. Kata-kata curhat yang buat mata bikin gatal aktivitasnya.

Setelah singgah di beberapa hati, dia memutuskan talaq pada kekasihnyasehingga membuat rekat dan amis konflik. Mau bagaimana, itu harga sebuah langkah.

Terpaksa dia lebih memilih berpacaran dengan buku dan dunia menulis. Wasilah mengenal peradaban. Fokusnya sekarang, menata hidup, kumpulkan bekal akhirat, berbagi kebaikan. Sederhananya, bahagia dunia-akhirat.

Sehari-hari berjualan di pasar menerusan produk kopi bubuk "Cap Jempol", sambil terus mengolah hobi dan mengasah skill yang kelak menuntunnya pada masa emas.

Tidak lupa, meneruskan jejak juang kakeknya di bidang kajian keislaman. Ada amanah dipegangnya. Meski terbebani karena belum merasa mampu, karena keadaan yang membuka ruang, dengan bismilah, dia melanjutkan.

Di awal langkah, caci dan cemooh kerap terdengar, tapi sebagai pemuda kuat--- aslinya dikuat-kuatkan-- dia bak karang terus berdiri menantang rintangan. Dan Alhamdulillah, tak sehoror dibayangkan!

Pemuda yang suka warna hitam dan doyan makan baso ini suka memakai "identitas santri" sehari-hari, meskipun secara jasad ia buka santri tulen, namun mahabbah pada dunia santri menuntun pada jalan-Nya.

Pendidikan formal-nya di SDN Setra Jaya, MTS Al-Falah, Aliyah Al-Falah dan semua ada dipinggir kuburan umum. Lucu sekaligus penuh misteri. Karena dekatnya dengan kuburan, bisa jadi akrab dengan makhuk begituan, ya mungkin saja.

Secara informal ia pernah mengcup ilmu pesantren secara "ngalong", dari satu guru ke guru lain dengan intensitas sederhana atau bisa dikatakan singkat.

Anak ke-2 dari 8 bersaudara ini, punya pikiran daripada pamer pacar,  lebih suka pamer buku bacaan. Kenapa? Pacar bisa selingkuh dan bisa kentut, sedang buku abadi mengenalkan pada peradaban manusia, setia pula.

Sedangkan pacar/an banyak cerita selingkuh, main lirik laki lain buat terpenjara jiwa. Tentu, telah membuat perangkap hingga melucuti sebagian liberti sesorang.

Meskipun begitu, dia menyukai wanita dan ingin dicintai wanita dengan benar, bukan pura-pura belaka. Tak harus banyak, empat saja cukup. Ha haha. Tapi kayakknya, satu saja ya: sempurna di mata Allah, cocok di hati-jiwanya, dan direstui orangtuanya. Sudah cukup!

Untuk lebih jauh, mari berteman dengan penulis. Bisa dikunjungi di kontak pribadi atau blog. Terima kasih.

                     Pandeglang, 27 Januari 2022

                            Salam Santun,

                                    Mahyu An-Nafi

 

Posting Komentar

0 Komentar