Restu Ibu



"Hanya restu Ibu yang kuharap," kataku suatu waktu.

"Kenapa begitu, bukannya kamu sudah besar ya? Bebas dong untuk menentukan pilihan. Bebas attuh," kata seseorang.

"Ya sih, tapi aku kok lebih nyaman dengan harapan Ibu. Pilihan dirinya itu sinyal samawa. Tanpa itu, aku tak resah."

"Kok begitu. Sekalipun kamu amat cinta wanita itu?"

"Ya, sekalipun amat cinta dia, tanpa restu aku memilih pergi dan menyerah." Dia hanya tersenyum sekaligus terbengong, saya hanya balas tersenyum. 

***

Terdengar melakonis memang, tapi itulah prinsip yang aku tanam dan sesekali disiram dengan doa. Bagiku ibu number one dalam banyak hal. Setidaknya itu aku pahami dari ragam pesan Ilahi dan juga pengalaman yang pernah dialami. Betapa tanpa ridha ibu semua terasa kering. Tak ada bungah apalagi tentram.

Untuk itu aku terbiasa dalam hal apapun meminta izinnya, kalau tak ada izin maka aku mundur teratur. Tak aku pikirkan dan dijadikan beban yang memberatkan hati. Bagiku pilihan itu sudah tepat. Wujud ta'dim atas semua yang telah dikorban untuk anaknya. 

Sudah berapa mungkin hati yang aku tinggalkan hanya karena 'sinyal' ibu yang kurang resfek. Wajar sekali ada teman yang menyebutku "anak mamah", karena sikapku itu. Ya aku terima dan tak terlalu mempersoalkan itu. Kenyatatannya memang tak salah. Aku terlalu mencintai ibu. Dan kelak mungkin ingin mendapatkan bayangan ibu untuk menemani sebelah hatiku yang masih kosong. 

Terlalu muluk, ya? Hahaha.

Slow itu tak akan membuat aku dzalim kok. Aku tahu batas mana yang menjadi kewajiban dan mana hak seorang pasangan. Lagian soal married tak melulu soal materi, ilmu juga perlu agar tahu apa kewajiban dan tugas besar seorang pemimpin keluarga. Tak hanya syahwat dan urusan ranjang belaka.

Bagi saya menikah itu soal membangun misi besar. Dan wajib hukumnya istri saya kelak adalah orang yang menjadi mitra perjuangan. Tahu apa tugasnya dan bagimana mewujudkan generasi rabbani nantinya. Itu tak mudah dan pastinya butuh bekal emosi. 

"Kamu mah tipe orang banyak pertimbangan," kata seorang teman.

Memang benar sih, tak ada yang salah apalagi menyoal teman hidup selamanya: apa bisa asal milih? No!

Cantik bukan ukuran pun tampilan jasadi. Kecocokan dan rasa nyaman itu landasannya. Restu orangtua segalanya. Apa itu akan tercapai? Kamu pembaca saksinya. Mohon doanya ya, semoga kamu bahagia dan yang menulis tercapai cita-citanya. Amien. Wallahu 'alam. []

Pandeglang,   8/6/21

Mahyu An-Nafi


Dok pribadi. Married teman.

Posting Komentar

0 Komentar