Tentang Teman Lama

Saya punya teman. Akrab sampai kini. Namanya Kozai, begitu kami biasa memanggil. Teman dari MTS dan di Aliyah. Menjalani kebersamaan saat sama-sama kismin. Makan cilok satu bungkus berdua, belajar nyari cewek dan hal konyol yang bikin perut keroncongan.

Dia baik dan tetap baik. Banyak hal kami jalani. Fisiknya kuat, kekar, dan berotot. Cuma itu gayanya terlalu alay. Jadi kesan sangar hilang dari wajahnya, yang ada sering buat ketawa.

Itu masa dulu. Kini dia sudah kerja di kota. Sesekali ketemuan untuk bincang-bincang. Ya biasalah anak muda tak jauh membicarakan apa kalau ketemu: lawan jenis!

Menurut saya dia ideal: sederhana, isi dompet ada, berani cukup, dan secara fisik mendukung. Cuma entah kenapa secara tak sengaja melihat chat-an dia di whatshapp, buat dada ini bergemuruh. Dia kurang percaya diri. Padahal itu hal yang tak perlu.

Dia bisa mendapatkan apa yang dia mau. Berhak malah. Tak pantas dibegitukan cewek atas nama apapun. Cuma gara-gara tak PD imbasnya ke mana-mana. 

Saya sering mendengar curhatan pemuda tak bisa dekat cewek yang dia mau, rata-rata karena kurang PD pada akhirnya membandingkan dengan orang lain atau mengukur sesuatu hanya pada materi belaka. Padahal masalahnya pada jati diri, kenapa menyeruak ke mana-mana. Ini bahaya. Setidaknya untuk pertumbuhan diri dan nasib moral kedepannya.

Hikmah yang saya dapat

Dari sana saya belajar bahwa yang membuat seseorang mendapat sesuatu bukan hanya faktor belaka. Ada faktor lain yang penting namun kurang disadari. Itulah misalnya langkah atau kepribadian kita. 

Kalau kita mengukur dekat wanita hanya pada materi saja, bisa jadi wanita itupun begitu. Materi menjadi landasan utama dekat dan mendekati laki-laki. Tapi saya pastikan itu hanya segelintir orang. Ada banyak wanita baik yang tak selalu mengukur kedekatan hanya pada materi belaka. Materi bisa hilang dan habis, tapi cinta serta ketulusan akankah sirna?

Ini penting dipahami agar tertanam jiwa yang patriot. Berani berjuang mencapai sesuatu tak selalu materi yang utama. Walaupun perlu tapi dia pelengkap agar memuluskan langkah dan harapan. 

Pikiran yang pada akhirnya merusak jati diri harus dirubah agar memiliki produktifitas demi harkat jiwa. Tak ada yang bisa merubah, kata Qur'an, terkecuali yang bersangkutan sendiri. Maka kalau mau serius ingin mendapakan dia, ya tunjukkan taringnya. Tetap percaya diri, sederhana dan berani jujur; insya dia akan luluh. Semua hanya ingin melihat keseriusan untuk meyakinkan jiwanya. Gimana, dapatkan dia membaca tulisan ini? Wallahu 'alam. [☆]

Pandeglang,    7/6/21

Mahyu An-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar