secangkir harapan

Sebentar lagi mentari akan kembali ke ufuk barat dan menutup hari dengan kegelapan. Hari yang cerah berganti pekat nan sunyi. Demikian takdir yang telah tercatat.

Ada hal yang membuat saya merenung setelah menghabiskan secangkir kopi harapan, akan ke mana langkah pasti dan seberapa kuat saya memegang konsistensi prinsip hidup.

Saya tengah menajamkan jiwa yang terasa tumpul berhadapan dengan aneka jenis problem hidup. Utamanya terkait pendapatan akan pengeluaran yang fantastis. Apa saya tak memikirkan itu dengan sebuah langkah pasti atau tetap menyeruput kopi yang hitam itu sambil menertawakan dunia. Entahlah, kok saya merasa malu.

Itulah hidup, kita sering abai dan merasa bodoh dengan apa yang kita tahu. Padahal kita tahu manis getir itu biasa dalam langkah, tapi kenapa selalu lebay menyikapinya. Mungkin ini wujud homo sapiens? Bisa jadi. (*)

Posting Komentar

0 Komentar