Kamu Kok cemas di Usia 25 Tahun, kenapa?

"Lihat, teman-teman sudah sukses. Nah, aku, gini-gini aja."

"Mereka udah nikah aja, punya anak, karir melejit. Aku kapan nyusul, padahal usia sudah 25!"

"Pas sekolah aku tahu kok kualitas dia, eh, sekarang mujur bener nasib. Dan aku, heh."

"Panas kuping dengerin gunjingan orang, orangtua terus membandingakan dengan tetangga yang sukses, teman-teman pamer mulu di grup WA dan medsos. Anjrit, gondok gue!"

"Usia udah mentok 25, lebih lagi. Nasib gini mulu. Takdir apa kutukan ya?"

Hmm, tragis juga ya!

Tapi keep slow dan tenang.

Mari kita renungkan bersama, adakah titik yang membesarkan jiwamu. Jangan dulu nyerah, oke, karena bisa jadi ada titik menemukan mutiara di sana.

Pertama, kenapa kamu pusing dengan usia? 

Orang lain sukses di masa muda dan tlah mendapat kemapanan, bukannya bagus ya? Kenapa tidak belajar dari dia? Kemana pikiran positif-mu?

Usia bukan patokan kita harus malu dan kudu sukses selalu. Ada proses tak sama dengan yang lain. Seharusnya kamu bersyukur akan nikmat itu? Tak sedikit loh orang di usia muda Allah beri ujian penyakit?

Lihat, apa mereka menyerah kalah? Adakah dari mereka yang sukses? Banyak sekali. Kamu mudah mencarinya di internet, tonton di Youtube kalau malas. Bahkan nama mereka mendunia lagi, tak malu kah kamu?

Bangun pikiran positif. Hancurkan pesimisme. Bisa jadi kamu tak sukses macam mereka, namun takdir tengah menunggu kamu mendobrak kesuksesan lain yang pastinya tak kalah istimewa.

Kedua, tak semua omongan dari luar diri itu baik dan begitupula tak semua gerutuan di dalam diri juga baik. 

Tahukan maksudnya?

Coba pikir, hidupmu itu kamu yang jadi sopirnya, kenapa memberi orang lain tempat duduk untuk menjadi mandor, kamu yang salah atau mereka yang usil?

Yakin, diapun kalau ada diposisi kamu mana mau dinasehati serupa. Terus, gerutuan di jiwa, harus kamu pilah juga; mana yang memberi energi positif dan mana yang hanya menyesatkan diri.

Di sini perlu kecerdasan dan keberanian. Hadapi dan jalani, selebihnya nikmati. Teruslah memilih "omongan" yang membangun. Jangan patahkan masa depanmu karena ocehan tak perlu. 

Berapa tahun usiamu habis oleh kecemasan, ketakutan, dan sikap rendah diri. Tak rugikah tahun-tahun berlalu dengan keterpurukan. Saat bangkit. Yakinkan diri. Rubah haluan. Yakin akan sikap dan dirimu. 

Ketiga, sebenarnya apa prioritas hidupmu. Akan dibawa kemana kiblat yang hendak dituju. Jangan sampai kamu teriak,

"Saya ingin menjalani hidup macam air mengalir aja... terus mengikuti arus tana dipusingkan oleh ambisi."

Terdengar santun memang, aslinya basi!

Sudah berapa orang sih berbicara begitu. Copy-paste kata itu tahu siapa yang mengawalinya. Tak tahu. Ia jadi siloka tapi menyiksa. Tak sadar juga. Mengikuti tanda ketidakpercyaan diri.

Seharusnya bertambahnya usia itu momen menemukan, mengukuhkan jati diri. Memastikan langkah juga akan kemana. Tidak macam anak usia remaja yang masih mencari makna akan jiwanya. 

Itu momentum menajamkan diri dengan teriakan visioner. Semisal, 'kalau orang lain bisa, kenapa aku tidak. Kalau orang lain sukses, kenapa aku belum. Kalau teman-teman tlah berhasil, kiranya kapan akun menyusul'. 

Ayolah, songsong masa depan. Usia bertambah maknai sebagi anugerah untuk meneguhkan kualitas individu dan kolektivitas bersama. Paranoid dan skeptisme harus dilawan agar tak jadi penyakit yang menyerang imunitas jiwa. 

Hmmm, siap melangkah?! (*)

Kampung Tegal  |     13 Agustus 2021

Posting Komentar

0 Komentar