Menyamakan Keadaan, layakkah?

Mereka duluan sudah melangkah dan menuju fase di mana sudah ada ikatan. Bersama menjalani dan disahkan oleh orang yang menyaksikan. Ada alasana kenapa sudah terjadi, bisa jadi takdir menjadi alasannya.

Tetapi ternyata terkuak sebuah fakta untuk menuju ikatan kuat itu telah "dikeluarkan" modal yang tak sedikit, dan modal itu diberi/dipinta dari orangtua. Dua orang yang telah berjibaku membesarkan, pada jadinya juga disibukkan oleh modal untuk mengahalalkan dambaan hatinya.

Lalu, apa saya juga demikian?

Ini yang menjadi ketakutan saya. Kalau sama terus membicarakan dan ikut macam mereka, apa bedanya saya dengan mereka? Bukankah sama-sama membebani tanpa bisa meringankan? Bahasanya beda intinya sama.

Adakalanya sesuatu butuh perjuangan, namun karena takut dengan perjuangan memilih lari dari kenyataan, jadinya ya sama.

Bisa dipahami kalau dikatakan orang bijak 'tiap orang punya jalan hidup yang berbeda, beda itu akan punya makna kalau dipandang sebagai warna'. Maksudnya agar kita sadar akan rule of game menuju satu medan yang penuh isi.

Segala sesuatu jangan dipaksakan agar kita tidak ditakuti oleh pikiran tak jelas. Kehilangan nilai alamiah di dalamnya. Bukan soal salah atau benar; cepat atau lambat; duluan atau terakhir; yang pantas kita tangkap adalah apa hikmah di baliknya.

Betapa banyak dari kita tertipu oleh hukum "cepat-lambat", pada jadinya kaduhung oleh keputusan itu. Padahal kita diperintah untuk menikmati dan tahu jalan agar tidak tersasar untuk pulang nanti. Wallahu 'alam. []

Pandeglang |  29/8/21

Posting Komentar

0 Komentar