ingin Sendiri Bukan Betah Sendiri

Usia memang tidak bisa mundur kembali. Sesuatu yang pasti dan itu aturan Ilahi. Sayangnya kian tambah usia kita menghadapi banyak problematika tak mudah.

Dulu, sewaktu kita belum bisa jalan kita diejek tak bisa jalan. Setelah bisa jalan diejek lagi tak bisa lari. Setelah bisa lari diejek lain lagi. Seterusnya begitu. Sekaan hidup kita tontonan menarik di mata mereka.

Apa lagi hari ini, saat usia kita "tidak remaja lagi" dan status diri masih betah sendiri. Bagaimana ini?

Tidak bagaimana-mana. Katakan saja aku ingin sendiri dan tidak mau menumpuk beban di hati. Aku bukan tidak ingin ditemani, memiliki tambatan hati, atau woro-wiri pamer sama pasangan yang belum suci; aku bukan betah tetapi memilih sementara.

Kalau ditanyakan, kenapa harus memilih sendiri?

Jawab saja, dengan sendiri aku nyaman dan memilih sendiri bisa memantaskan diri agar kelak siapa yang menjadi teman hidup itu sosok pilihan.

Kalau dikatakan apa artinya kamu tidak laku?

Tidak harus marah dan emosi. Lapangkan dada dan jawab dengan rendah hati: justru karena amat laku maka aku memilih sendiri. Aku bingung memilih yang mana. Jadinya aku menunggu momen terbaik agar bisa memilih mana yang terbaik. Bukankah sesuatu menjadi penasaran saat sulit didapatkan? Karena ada harga mahal yang harus dikeluarkan.

Kalau hatimu mulai resah. Jiwamu gundah dengan undangan teman yang sudah duluan dipinang/meminang, maka kuatkan dengan kata-kata ini: segala sesuatu adalah skenario Allah. Saat Allah mengatur hambaNya Dia tak akan lalai akan nasib hidupNya. Urusan mereka duluan mungkin itu yang terbaik bagi mereka, yang terbaik bagiku sekarang adalah menjalani hidup dengan penerimaan dan tetap ada di koridor jalan yang Allah ridhai.

Cobalah kamu bangun malam. Menyendiri. Munajat pada-Nya. Renungkan hakikat hidup ini. Akan kemana kita nanti. Kosongkan hati dari prasangka buruk. Percaya ada-Nya dan menerima takdir-Nya.

Jangan ragu lagi putus asa. Jalani dan nikmati status dirimu. Hari ini ialah tanaman di masa esok. Esok bisa jadi tak sama seperti hari ini karena tanamanmu tumbuh subur. Kamu rajin menyiramnya dengan doa-doa ikhlas. Kamu rajin merawatnya dengan akhlak mulia. 

Di saat yang tepat kamu bisa memanen dengan senyum ceria... dan saat itu, kamu lupa pernah mengeluh di hari ini. 

Maka perbanyak doa ini: Ya Allah, kuatkan hamba menjalani hari-hari. Bantu hamba menerima lagi memahami bahwa manis-pahit kehhidupan itu kebijaksanaan-Mu untuk melatih jiwa agar tetap murni.

Setelah itu, ikut doakan yang menulis ini pun mendapatkan apa yang dicitanya. (*)

Pandeglang |  2/9/21

Posting Komentar

0 Komentar