Zay Punya Cerita [5]


-
Aku sering kaya, merasa punya dan diriku nyaman. Meski jujur dalam keadaan, ya biasalah. 

Boro-boro punya, untuk beli kebutuhan saja repot. Kalau aku punya mungkin sudah dari sekarang kamu aku pinang Nuys, tapi kamu tahu-kan keadaanku? Hehe

Lucu sekaligus miris ya? Tapi ada. Itulah aku. Aku tidak diam dengan keadaan ini, tapi hasil nampaknya belum menyapa. Kerja hanya serabutan terkumpul pun habis oleh kebutuhan. 

Apa aku harus meminta maaf padamu terkait keadaanku? Karena keadaan ini kamu harus menunggu lama di sana, menahan malu, dan menahan rindu tak berkesudahan. 

Untuk itu aku sampakan Nuys, jangan kamu terlalu terikat dengan apa yang kita bicarakan di alun-alun Pandeglang itu. Aku masih ingat pembicaraan kita.

"Nuys, aku memang mengarapkanmu. Aku sungguh menahan rasa di dada ini. Sesak sekaligus melenakan jiwaku. Tetapi kamu tahu keadaanku."

"Ya, kak. Aku tahu semuanya. Aku paham bagaimana seharusnya bersikap."  Katamu dengan tatapan terus tertuju pada langit yang mulai gelap.

"Tapi Nuys, ini berat. Ini tak semudah yang kamu pikirkan." Kamu tahu, rasaku teriris mengucapkan itu.

"Kakak! Aku mohon, kita akhiri pembicaraan ini. Biarkan semua mengalir. Aku siap dengan resiko akan penantian ini. Izinkan aku bertahan dan bisa jadi inilah kesempatan aku untuk terus memperbaiki diri."

Aku ingat kata-katamu. Aku masih hafal raut wajahmu. Ada cinta di sana, ada sedih jua dan yang tertangkap basah ialah pengharapan besar kamu padaku. Sungguh Dek, dadaku seolah ditindih gunung yang amat besaer. 

Aku tak mampu berkata, langit menjadi pelampiasaan pandanganku. Parasmu tak mampu aku lihat, karena selain dosa, aku takut hatiku meleleh karenaya. 

Sebab di matamu aku melihat telaga kasih, di sana juga ada samudra cinta yang bertepi. Entahlah, apa ini karena keindahanmu atau rasa ini yang membuatmu indah tak berperi.

Di sini Nuys, aku menyadari keadaanku. Sekalipun amat mengharapkanmu, aku tak bisa memaksa kamu untuk tetap ada  di jiwaku. Kalau ada yang amat mengharapkamu di sana dan dia mampu secara syarat, jangan memberatkan jiwamu dengan janji kita.

Itupun kalau kamu mau. Aku tak mau dzalim dengan keadaan kita. Aku lelaki dan kamu wanita. Dunia kita berbeda. Ujiaan yang kita hadapi pun berbeda. 

Akan tetapi, kalau menunggu menjadi pilhanmu maka sungguh itulah yang aku harap. Kata itu yang aku tunggu. Aku harap itu bukan pura-pura dan terpaksa. Sebuah keputusan berangkat dari kesadaran diri pun kejujuran rasa yang berkobar di jiwamu.

Kamu lanjutkan study di Pondok, semoga Allah permudah jalanmu dan harapmu. Hanya harap dan doa aku teguhkan. Bila Allah takdirkan kita, yakinlah semua akan mudah. Serumit apapun jalannya, akan mudah mengantarkan pada pintu pertemuan.

Terima kasih untuk semuanya. Salam semangat di sana, Nuys! (*)

Pandeglang |  13/9/21

Posting Komentar

0 Komentar