Berani Berdosa, Berani Tanggung Jawab

Semua manusia tak akan lepas dari dosa terkeculai nabi. Apalagi kita yang sehari-hari bergumul dengan kebutuhan dan aktivitas harian. Rasanya wajar kalau mengakui penuh dosa.

Meski dalam kenyataan kita sering tak mau mengaku. Menyerahkan atau mengkambing-hitamkan pada sosok setan, iblis atau hawa nafsu.

Kita menuduh dosa yang kita lakukan itu karena tiga hal itu, padahal ketiganya tak punya kuasa apa-apa kalau tak kita turuti. Katakanlah kita mencuri, kita tahu itu bagian dari dosa dan itu perbuatan yang dibenci siapa saja.

Lantas, kenapa kita masih melakukannya. Seperti biasa, kita menyalahkan; nah, ini salah setan. Coba kalau setan tidak membisikan. Tak lain lagi, ini sebab iblis la'natullah. Saya jadi tak berdaya, ini efek nafsu diri saya.

Tetapi, pernahkah kita sejenak diam dan merenung...

Bukan, bukan karena tiga hal itu. Ini karena diriku yang lemah. Setan, iblis, jin sampai hawa nafsu itu hal eksternal yang mengerogoti jiwa. Mereka ada di luar. Dosa ini, tak lain karena kebodohan diriku. Aku tahu itu dosa, nurani pun sudah mengingatkan. Sayannya tak aku gubris, aku lebih mendengarka ketiga itu tanpa mau mengontrol. Juga tak mau mengelolanya.
Jadi, ini salahku yang lalai dan belum sempurna mengelola jiwaku.

Akan berbeda kalau kita jujur dalam perbuatan. Kalau memang kita membuat dosa, akui saja. Jujur karena diri kita lemah. Jangan membiasakan membuang kesalahan pada yang lain.

Sebab di sana ada tanggung jawab. Gunanya pengakuan itu memberi alarm pada diri kalau kita belum baik. Perbaiki itu agar punya lebih warna.

Kata pepatah, "orang baik itu bukan mareka yang tidak pernah melakukan dosa. Justru orang baik itu, mereka berdosa yang jujur terhadap dirinya dan mau merubah hal dosa itu."
Memang tak mudah. Tetapi akan mudah kalau kita usahakan. (*)


Pandegalang   |  3/9/21

Posting Komentar

0 Komentar