Mencari Kenyamanan Diri

Nyaman bagian dari bahagia. Bahagia tanpa nyaman seolah makan mie ayam tanpa ada saos. Kesannya bagaimana gitu. Enak mungkin, tapi ada sesuatu yang eneg di perut. 

Dan, apa nyaman itu?

Sayangnya, saya belum bisa menguraikan secara pertela lagi panjang lebar. Secara sederhana kita bisa memaknai nyaman itu sebuah kondisi yang jiwa kita betah dan tentram. Bebas dari pikiran yang mengguncang jiwa. Itu sungguha lahir dari tentramnya ragawi.

Patut diingat, itu tidak datang begitu saja. Jatuh di langit tanpa ada usaha. Harus ada proses mencapai itu. Untuk itu, saya lebih suka mengatakan nyaman itu sebuah proses. Proses mencari dan terus memperbaiki diri dengan belajar. Baik pada alam, manusia, dan sumber-sumber yang terdokumentasikan. 

Bentuk nyaman itu tak selalu menyoal materi. Dengan banyaknya materi belum ada jaminan kita bahagia, walau harus diakui bahwa tak sedikit orang tidak nyaman tanpa punya materi. Kita bisa menempatkan materi di urutan ke berapa, artinya perlu. Tidak fanatik juga anti. Punya atau tidaknya materi tidak jadi patokan bahagia juga nyamannya jiwa.

Bisa? 

Tidak mudah. Pasti itu. Seperti yang saya katakan tadi dengan mengatakan nyaman itu sebuah proses. Maknanya dinamis, tidak statis. Realistis dan bukan utopis. Proses itulah pencarian. Kita butuh jiwa raga untuk mengubah apa yang belum ideal. Tidak melulu berkata tanpa aksi nyata.

Kamu bisa bayangkan betapa menjemukan menyaksikan orang mengoceh dan lihai, seakan dia pakar yang ahli di bidangnya. Padahal, boro-boro untuk meringankan orang lain, mengurus untuk dirinya repot. Apa yang dia tahu tak punya efek apa-apa dalam hariannya. Dia semisal lilin yang ingin menerangi ruang gelap, tapi sayang mengorban dirinya sampai mati nelangsa. 

Sebagian orang ini perjuangan, tapi bagi saya ini kecerobohan belaka. Mungkin di fase tertentu pengorbanan macam lilin relevan, akan tetapi tidak afa jaminan tiap masa akan sesuai. Harus ada pembaharuan dan refleksi produktif terkait paradigma berpikir kita.

Intinya, nyaman bisa mengantarkan kita pada bahagia. Bahagia tidak modal pamer, perlu adanya proses mencari. Meniti jalan yang penuh onak-duri. Tak mudah. Untuk itu, hanya orang tertentu bisa merasakannya. Semoga kita ada di antaranya. Aamien. []


Pandeglang   |  8 Oktober 2021

Mahyu an-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar