Bumi Terinjak, gagal!


Suara.com/sumber


Pagi yang menyapa hari nampaknya tak seharum kemarin. Buktinya Jaka masih betah di kamarnya berbaring resah dengan rentetan tanya di hati. Bukan apa-apa, kenapa dia harus kalah. Lagi-lagi dan lagi.

"Kenapa kamu toh Nang? pagi-pagi sudah ditekuk gitu mukanya. Sudah tahu jelek, ya sadar loh Nang?" kata ibunya nyamperi ke kamarnya. 

"Lah, ibu. Kok ngomonnya gitu, gak tahu apa anaknya lagi galau."

"Mana tahu ibu galau. Ibu cuma tahu harga minyak mulai tidak gila. Itu saja."

Jaka tersenyum dengan kepolosan ibunya. tapi hatinya lagi tidak ngeh, mau selucu apapun ibunya. Dia pengen cemberut seharian. Lagian ibunya bukan pelawak.

"Setahu ibu, kalau anak ibu mukanya jutek itu kalau tidak gagal, ya pasti kurang piknik," jawabnya sambil tersenyum. 

"Tapi kan piknik, kemarin sudah. Jadi, sudahlah terima saja kekalahan itu. Kalah itu tidak selalu negatif. Intinya, terima saja semuanya." saran ibunya sambil memukul ringan pundaknya.

Jaka bangun dari tidur malasnya. Ibunya sudah ngeloyor ke dapur. Inilah kebiasaan ibunya, kalau menasehati setengah-setengah. Padahal bumi yang diinjak adalah karya sempurna Ilahi. Bukan produk setengah. Sepertinya dia pernah membaca kata-kata itu, tapi di mana ya? Bergegas Jaka cuci muka.  []

Pandeglang | 30 Juli 2022   

Posting Komentar

0 Komentar