Keceriaan Masa Kecil

__
Saya punya adik paling kecil. Gak kecil juga sih, dia sudah kelas tiga atau empat barangkali. Lupa saya. Tadi itu anak sama teman-temannya tengah bermain masak-masakan. Setelah itu memakai masker dari kopi. Tepatnya ampas kopi pahit penuh kenangan.

Lucu melihat mereka. Begitu polos, alami dan penuh keceriaan. Masa kecil memang masa di mana mereka bermain dan tumbuh sebelum nanti di mana mereka harus menghadapi masalah yang tak selalu mampu tersenyum ceria.

Masa kecil itulah masa di mana nanti mereka akan memotret masa depannya. Tidak selalu benar teori ini, tetapi fakta menarik membenarkannya. Misalnya saya atau pembaca sekalian secara tidak sadar mengalaminya.

Saya besar di lingkungan yang kurang bersahabat dengan dunia literasi. Dunia yang membangun kepercayaan saya dan proses menemukan kepribadian diri sekarang. Mungkin sampai nanti mengantarkan pada cita-cita dan mimpi besar saya, insya allah ta'ala.

Sulit sekali mengelola diri. Membangunkan semangat menulis. Cinta pada buku bertubrukan dengan kenyataan. Sulit bukan berarti mustahil membangun mimpi. Ketidaknyamanan itu menumbuhkan rasa penasaran.

Singkatnya, masa kecil yang kurang bertemankan buku dan aktivitas di masa kecil, menjadikan saya butuh proses menikmatinya sebagian bagian diri. Hal tersebut bukan alasan kita tidak mampu "menjadikan" bagian dari diri kita.

Tentu saja bukan hanya saya yang rasakan, bisa saja pembaca sekalian mengalami fase tersebut. Agar saya tahu, silakan komentar di bawah untuk sama-sama sharing. Kalau pun tidak, ya itu hak pembaca. No paksaan!

Untuk itu, kalau teman-teman melihat orang sudah istiqomah di bidang tertentu jangan dulu aneh. Iri atau cemburu sih silakan, asal jangan berlebihan. Misalnya nih, kamu takjub melihat orang bisa khatam Al-Quran seminggu sekali, bahkan ada yang sehari dua sekali sampai lebih. Takjub dan salut dong, masa enggak!

Tidak cukup takjub. Kita pun harus tahu, kenapa bisa begitu. Pasti ada usaha keras untuk sampai di mana. Ada kebiasaan-kebiasaan baru di bangun. Itu pun butuh proses. Perjuangan yang tidak mudah. Hasilnya akan memudahkan hidup kita.

Begitupula untuk  kamu yang ingin nyaman dan istiqoma bercadar, itu bukan hal mustahil. Masalahnya, mau coba atau tidak. Kalau mau coba, ingat ya, harus berangkat dari niat yang benar dan tujuan yang baik. Terkadang ada loh punya keinginan baik tapi tujuannya tidak benar.

Apa contohnya? Semisal bercadar hanya untuk "dianggap shalehah". Hijrah hanya untuk "merasa paling suci" yang lain neraka. Catat baik-baik ya, bukan cadarnya yang salah tapi tujuannya kurang baik. Bukan hijrahnya bermasalah tapi tujuannya itu perlu diperbaiki.

Semua kembali pada kita. Masa kecil proses kta tumbuh tapi bukan akhir. Masa kecil memang penuh keceriaan tapi mereka kesulitan menyikapi persoalan. Untuk itu, kita gak bisa terus stay di pola pikir anak-anak, cepat atau lambat hanya akan menyiksa.

Lagi harus saya katakan, dewasa itu proses kita merubah. Berusaha untuk memperbaiki dari hal terkecil, semampu kita. Tanpa merasa tertekan dan ditekan. Ini sebenarnya yang dilakukan Nabi 14 abad yang lalu saat mengedukasi sahabat-sahabatnya. Mereka mau berubah karena berangkat dari kesadaran. 23 tahun berjuang berapa ribu bahkan jutaan berbondong-bondong secara ceria masuk Islam.

Sekarang urusan dikembalikan kepada dirimu. Kemarin akan jadi masa lalu, sekarang akan jadi kenangan dan masa depan akan jadi kenyataan. Itu bukan kataku tapi hasil mengumpulkan dari apa yang aku baca. Percaya atau tidak, silakan. Selamat mencoba. (***)

Pandeglang, 29 April 2023    20.39

Dokumen masa ceria mereka, calon orang sukses, insyaallah.

Posting Komentar

0 Komentar