Maluku Kobaran Cintaku : Dari Cinta kepada Gerakan Kemanusiaan

Novel Maluku Kobaran Cintaku (Dokumentasi Pribadi)

Novel yang diterbitkan oleh Penerbit Books desember 2010 ini, ditulis aktivis senior Ratna Sarumpaet. Ada 512 halaman. Cukup tebal juga. Menceritakan koflik berdarah di Maluku ditengarai perang antara Islam dan Kristen. Penulis yang memang aktivis melihat konflik dari berbagai sudut, ternyata konflik tidak serta hadir karena masalah agama saja.

Ada sesuatu yang samar diperebutkan. Itulah "lahan parkir". Sejarahnya Maluku berabad hidup rukun dan dan akur. Meski ada perbedaan, baik agama dan suku. Para pendahulunya telah lebih dulu membaca kemungkinan konflik dengan konsensus Pela Gedong. Sebuah ikatan seperti Bhineka Tunggal Ika dalam konteks berbangsa kita.

Tetapi di masa Habib Abu Bakar Assegaff dan Pendeta Bram, dua tokoh kharismatik Islam dan Kristen lokal yang mendunia itu teruji. Ada upaya sistematis dari golongan garis keras keduanya yang "memprovokasi" perang agama demi kepentingan semu. Di tunggangi "aparat-aparat nakal" di berbagai daerah.

Konflik ini semakin seru dengan hadirnya getar cinta antara cucu kedua tokoh toleran tersebut, itulah Ali Assegaf dan Meynar. Cinta yang membuat dinginnya hubungan keduanya karena bagaimanapun secara ada ditolak dan secara agama tertolak. Apalagi Melky, sahabat baik Ali dan kakak kandung Mey jelas menolak mentah-mentah.

Konflik makin memanas dengan terjadinya pemboman di Masjid Al-Hidayah, tempat di mana Habib Abu Bakar tengah melakukan istighotsah bersama murid-muridnya. Bom itu merenggut sepuluh nyawa murid Habib dan diri Habib sendiri. 

Tidak hanya itu, tragedi terjadi dengan diculiknya Ali dan ibunya. Paling miris Ali berhasil kembali dengan kecemasan dan ibunya pulang dengan kondisi memprihatinkan, maaf, setengah bugil karena diperkosa oleh sekelompok kaum radikal yang benci dengan gerakan perdamaian juga toleran keluarga besar Habib Abu Bakar.

Di saat yang tidak baik ini, Ali dan kawannya membuat komunitas pemuda untuk andil menggalakan nilai perdamaian dan keamanan. Meskipun teror dan intimidasi mulai sering terjadi. Bahkan nyawa terancam.

Dari novel ini penulisnya mengajak pembaca untuk cerdas dan bijak melihat fenomena kerusuhan. Kerusuhan yang terjadi di Maluku-Ambon tidak selalu seperti yang di tampilkan di layar kaca. Di layar kaca mungkin konflik berdarah di Maluku hanya karena kurang toleransinya warga Maluku terhadap perbedaan. Perang Laskar Islam vs laskar Kristus memang motifnya sekedar sebab agama.

Padahal sudah Pela Gandong berabad-abad yang mempersatukan warga Maluku dalam persaudaraan. Berbeda tidak jengah untuk berinteraksi.  Saling tersenyum. Namun sejak ada "orang luar" masuk untuk menebar kebencian juga provokasi mengatasnamakan agama, bangunan indah toleran di Maluku lebur oleh rasa curiga lagi dendam. Entah berapa ratus juga ribu nyawa tercerabut.

Novel ini cocok untuk kamu yang memang tertarik dengan aktivitas politik dan HAM. Konflik yang dibangun serasa masih relevan dengan segala masa. Konflik berdarah kadang sengaja diciptakan oleh orang tertentu untuk mengalihkan perhatian publik untuk kepentingan tertentu oleh pihak-pihak yang tak peduli penderitaan warganya.

Meskipun ada hal yang jadi catatan, di antaranya penulis agak malu-malu membongkar siapa aktor intelektual. Pembaca dibuat penasaran dan greget untuk tahu siapa mereka itu. Sampai di ending masih menggantung, apalagi kisah cinta Ali dan Mey yang beberapa kali "bisa bersatu" kandas pula dalam suasana abu-abu.

Lepas dari itu, tidak salahnya buku ini jadi koleksi pembaca untuk lebih tahu potret konflik-konflik sosial agar lebih waspada dan cerdas menyikapinya.  Akhirnya, untuk lebih jelasnya, silakan dapatkan bukunya. (**)

Pandeglang,  23 Mei 2023     21.22

Posting Komentar

0 Komentar