Wanita Jangan di Manja!


Sekelompok wanita di Komunitas Rumah Dunia/ sumber pribadi

Kerapkali kita ingin siapa yang kita sayangi tidak punya masalah, biarlah ia tersenyum saja. Dengan senyum itu kita merasa bungah. Kita tidak ingin kehilangan senyum itu seolah itu baik untuknya. Kalau pun punya kita menjadi "bamper" agar masalah tidak ia rasakan.

Biarlah kita yang menderita. Biarlah kita menanggung semuanya. So sweet banget mendengarkannya. Kita menderita dan dia termasuk jiwa yang tidak boleh sedikit pun meraskan apa arti kehilangan, apa arti marah, apa arti emosi, apa arti benci dan apa arti kesedihan.

Tetapi benarkah begitu?

Saat kita kehilangan karakter dihadapannya sesungguhnya diri kita tidak baik-baik saja. Apa arti senyum palsu untuk kelanjutan kenyamanan nanti. Untuk sekarang fine saja, tapi apa tidak memberatkan untuk kedepannya?

Memanjakan dan dimanjakan oleh orang yang kita sayangi tidak salah, yang salah saat rasa sayang itu tidak punya tujuan dan kehendak baik. Saat memanjakan itu kehilangan esensi apa dan untuk apa. Saat wanita "terus dimanjakan" secara tidak langsung tidak ingin ia tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Mark Marson di buku Sebuah Seni Bersikap Bodo Amat mengatakan, ideal sebuah hubungan adalah saat masalah pasangan kita ya harus masalah kita. Tetapi itu hanya membuat tumpul juga sulit berkembangnya pola berpikir pasangan.

Seharusnya, masalahmu ya masalahmu dan masalah dia ya masalah dia. Maslahmu biarkan kamu selesaikan sendiri begitupula masalahnya. Ada pun memotivasinya agar bisa kuat menghadapi tantangan maka itu perlu dilakukan.

Bagaimana pun saling menguatkan bentuk perhatian agar dia percaya diri dan tidak sendiri menghadapi masalahnya. Dengan begitu ia akan tumbuh menjadi pribadi baru yang tidak cengeng. Tidak kekanak-kanakan. Cinta itu membangun bukan merusak tatanan. 

Hal ini pula yang kadang "membuat wanita manja" dan lelaki "selalu memanjakan" karena memang masih punya keinginan tertentu. Saat keinginan itu tidak ada lagi maka buyar keinginan "memanjakannya". Romantisme diawal pahit kemudian. Wanita merasa "diasingkan" pasangannya dan lelaki "hilang selera" karena lelah memahami memanjakan pasangannya.

Memanjakan dan dimanjakan oleh orang yang kita sayangi tidak salah, yang salah saat rasa sayang itu tidak punya tujuan dan kehendak baik. Saat memanjakan itu kehilangan esensi apa dan untuk apa. Saat wanita "terus dimanjakan" secara tidak langsung tidak ingin ia tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Secara fisik mungkin iya, tetapi tidak secara prinsip juga sikap. Betapa banyak sejarah mencatat wanita hebat seperti Ibunda Siti Khadijah yang tidak surut nyalinya meskipun harta juga jiwanya jadi taruhan. Bahkan di saat senja dan hartanya habis ditasarufkan untuk agama, dengarlah kata-kata penghulu wanita di surga ini,

"Wahai Nabi Allah, jikalau aku sudah meninggal dan dakwah tersebar ke mana-mana. Andai engkau ingin melewati lautan dan tak menemukan kayu untuk menyeberang, maka ambilah tulangku di kuburku untuk engkau jadikan sebagai jembatan sampai ke darat," ujarnya dengan penuh kepasrahan. Sampai air mata Nabi jatuh di wajah penuh cinta itu.

Kita pun tahu pengorbanan luar biasa Siti Masyitoh, salah satu tukang sisir rambut keluarga istana raja Fir'aun, ketahuan beriman kepada kenabian nabi Musa as., maka diancam akan di masak di wajan raksasa yang minyaknya begitu mendidih. Ia disuruh murtad dari keimanan. Dengan gagah ditolaknya.

Resiko dari itu suami dan anak-anaknya digoreng di wajan itu. Semua mati ditangan raja Zalim tersebut. Tetapi yang membuat ia begitu bahagia meski takut kehilangan orang tersayang adalah ruh-ruh itu mendatanginya lantas membisikkan kabar gembira. Mereka mati di jalan Allah dan membela keyakinan suci itu tidak sia-sia.

Kita punya R.A Kartini, Dewi Sartika, Rasuna Said bahkan sampai ke Marsinah. Itu potret wanitya yang gigih dan punya asa. Mereka memang wanita tapi jiwa wanita itu tidak membuat mereka lemah. Apa jadinya wanita terlalu dimanja, jangan kan untuk mengurus masalah orang sekitarnya, untuk dirinya saja masih kerepotan.

Sampai di sini, berilah ruang yang sama pada wanita untuk berkembang dan tumbuh dengan baik. Baik sikap maupun tekadnya. Baik ilmu maupun wawasannya. Yang penting, jangan lupa dengan kodratnya. Itu sih poin pentingnya. 

Apa ada pertanyaan? (**)

Pandeglang, 4 Juni 2023.  22 lebih

Posting Komentar

0 Komentar