katamu Pelakor


Mungkin telah terlambat, ya semua telah terjadi. Bulatan kuning telah melekat di jari seseorang. Seseorang yang telah memberi warna di hariku. Seseorang yang kamu tahu dan kenal.

Berat memang, tapi inilah kenyataan. Aku tak bisa menarik selaksa rasa yang tumbuh. Tak bisa lagi menggores nama di hati. Kamu tahu, sudah ada akad suci dan janji pada Tuhan. Mereka yang jadi saksi akan lisan yang kukatakan.

Kini, diam-diam kamu datang. Mengetuk rasa. Mengungkap isi dada. Tentang getaran yang ada, tapi kamu pendam. Memilih diam atas rasa malu. Tak peduli rindu menggedor. Kamu memilih sunyi. 

Padahal kamu tahu, saat itu aku tengah menggerutu. Aku tengah menanti sayap untuk bisa terbang. Merindu sosok untuk sama melangkah. Itu aku katakan padamu, berharap kamu pun tergerak. Nyatatanya sunyi tetap di jiwamu. 

Akupun bingung, saat aku menebar bunga cinta dan menumbuhkan pohon masa depan; kamu hadir untuk patahkan rasa padanya, seseorang yang telah aku anggap ibu untuk anakku. Seseorang yang telah nyata korbankan dan perjuangkan rasanya untukku. Mana bisa aku goreskan luka di dadanya? Tak bisa! Sesekali aku tak ingin!

Dia adalah selimut hariku. Dia adalah mitraku. Benar dia sudah berbeda, aku tahu aib dan semua tentangnya. Tapi dengarlah, cinta bukan tentang berubah. Cinta adalah bertahan dari duri yang menancap atau rongrongan saat rasa teruji masa, dia tetap kukuh dalam kebersamaan.

'Aku bisa berikan apapun padamu. Kumohon, tinggalkan dia. Kita mulai dari awal.' Katamu menggebu.

Entah, ada apa denganmu. Sosokmu berbeda. Tak sadarkah, dia temanmu dan kini belahan hatiku; tak bisakah kamu buka nuranimu untuk mengeja masa pertemanan kita. Peluklah kenyataan ini, tak usah kamu kotori dengan keterlambatan. Semua telah berakhir, kumohon berlarilah mengejar citamu. Di sana mungkin, ada seseorang yang tengah menantimu. Lelaki yang lebih baik dariku.

Aku pelakor, katamu sambil tertawa. Bukan berharap bayang yang masih gelap. Mataku basah mendengarnya. Tidak, aku tak akan tinggalkan dia hanya demi seseorang yang belum teruji. 

Maaf, aku tak tertarik memadu rasa demi kebohongan. Aku tak mau kepalsuan atas nama cinta. Biarkan aku memilih setia. Memilih dia tanpa antara. Sebab aku tahu, bukan bahagia yang di awali dengan dusta. Bahagia itu perihal jujur tanpa ada luka di hati siapa saja. 

Untuk kamu, enyahlah. Pergilah dari hariku. Aku punya dia. Dia yang bisa getarkan langit dan buat cemburu bidadari. Untuk dia, terima kasih cinta, kamu selalu istimewa. Wallahu 'alam. []

Pandeglang,    14/6/21   11:18

Mahyu An-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar