KORONA TINGGI, KELUHAN PUN DI SANA-SINI

Korona kembali lagi disalahkan, atau "pembuat korona" dicurigai. Penyebaran yang cepat dengan intesitas yang sigap, virus yang menyerang kekebalan tubuh ini secara langsung dan tidak  melumpuhkan berbagai sektor dunia. Mesikpun sampai kini masih tanda tanya, bagaimana dan seperti apa wujud dari virus korona itu. Apa indikasi dia nempel di penyakit ringan macam flu, batuk, demam, atau lainnya; atau dia penyakit yang menempel karena ada penyakit tertanam di tubuh. Entah bagaimana, simpang siur.

Tapi siapapun "dipaksa" untuk percaya, tak boleh tidak. Sekali berbicara bisa dicekal atau dipukul dengan "pasal" yang ada. Setidaknya kita bisa melihat kasus pada Jerink atau pada kasus terhangat pada dr. Louis, dokter muda yang dianggap kontroversi oleh khalayak sampai dia harus dibekuk Polisi. Padahal dia dokter, padahal ahlinya, padahal paham medis, tetap saja kena cekok. Apalagi kita rakyat yang tak punya beking atau bekal apa-apa. Berani bersuara dan berbeda, hati-hatilah takut terkena getah berbisa!

Efek terbesar yaitu pada bidang ekonomi yang terasa makin melemah, bisa jadi terasa nyaris lumpuh. PHK meningkat, dunia usaha sepi, pasaran terasa sunyi, sekolah belum stabil, dan ditambah pencekalan di mana-mana. Kalau rakyat harus menjerit, pada siapa jerit itu diutarakan? Pada wakilnya kah di sana? Pada pemimpinnya kah di sana? Pada bumi, langit, sawah, atau pada batu yang terdiam tanpa peduli dengan rasa lapar, haus ditengah budaya pamer di mana-mana.

Rakyat ya tetap rakyat. Tanpa usaha sendiri tak akan ada cukup. Bantuan hanya sementara, tetap saja tanpa gaji, bonus, atau tunjangan apa-apa di rumah saja hanya menambah problem akut kemiskinan. Andai orang yang sering "mengancam di TV" sering turun ke pelosok desa dengan pakaian compang-camping mendengar keluh-kesah, merasakan mandi air  mata, merasakan mandi keringat karena medan yang curam, mungkin sedikit peka bahwa tak hanya kata-kata yang buat mereka merasakan sejahtera serta merata di mana-mana.

Saat utang makin tinggi, korona makin ngeri, adakah yang merasa "gagal" melaksanakan amanah yang diberikan rakyat? Sampai hari ini hanya keluh dari mereka, tanpa memahami tugasnya apa. Tak malu saat dulu menyebar janji-janji. Kemana suara optimis, kemana suara semangat, kemana jua suara pembangkit bahwa kita bisa bangkit lagi kuat menjalani apa yang sekarang di alami. Tanpa harus "ditakuti" dengan pasal-pasal yang "TERASA" keras ke bawah dan tumpul ke atas. Demikian itu yang selalu dikobarkan "kaum oposisi", nah selanjutnya bagaimana?

Korona menggila pastinya lagi-lagi rakyat yang disalahkan. Tak pernah ada yang berani intropeksi akan apa yang dilakukan. Korona tinggi selalu suara di sana-sini terdengar ribut. Atau bisa jadi karena harga sembako yang meroket dengan pertumbuhan ekonomi yang belum meroket-roket, atau lapangan kerja tak sebanding pada pencari kerja yang menggila, atau gaya hidup yang makin tak terkontrol dan nyaris gila-gilaan. Akun-akun medsos dengan tren macem-macem demi "nasi" dan "saku" tak lagi memperhatikan nilai sosial lagi etika kesopanan. Entahlah pada siapa menyalahkan, pada korona atau pada diri kita yang sering alfa.

Untung kita punya Allah yang telah menyediakan pintu untuk kita kembali dan mengeluh. Menyediakan samudra cinta. Mungkin kita harus kembali padaNya dengan sebenarnya kembali, menyadari khilaf dan taubat dengan mau mengoreksi diri. Tanpa basa-basi dan dusta, lagi. (*)

Pandeglang, 13/7/21

Mahyu An-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar