Tatkala Diuji : Godaan Setan dan Takut Miskin

Sudah sejak lama ayat ini menghantui benak saya. Sudah beberapa kali menarik minat saya, tetapi tak mampu saya coretkan di catatan harian. Entahlah kenapa, apa karena saya saja yang pura-pura atau momen saja yang belum saatnya menghampiri. Seperti hari ini, lagi menempel dibenak untuk segera ditumpahkan di pena harian.

Ada yang takut miskin?

Kira-kira klise pertanyaan ini, tapi tetap relevan di segala masa. Dua tahun ini kita ditakuti dengan hadirnya korona, mengancam segala lini. Tentu saja hal yang paling mengancam adalah menyenggol lini ekonomi. Ramailah jerit di mana-mana : takut PHK, takut tidak kebeli beras, takut tidak bisa makan, dan lebih-lebih takut jatuh miskin. Sekalipun usaha tetap miskin dan merana = kabutuh loba duit teaya kabina-bina. Itu usaha, apalagi kalau tidak. Allah punya, tapi ragu tetap saja kuasai raga!

Jeritan makin syahdu dengan realitas pamer lagi menonjol di mana-mana. Kemajuan teknologi dan informasi mendorong kemudahan sampai rasa malu dengan iman terkikis sedikit demi sedikit. Takut kemiskinan tetap merajalela. Kita tahu Allah janji dan pastikan bahwa rizki tak akan tertukar, kita di minta yakin dan terus ikhtiar mencari rizki-Nya. Itu pesan al-Qur'an jelas tertanam dan vulgar di bahas lagi kita tahu, nampaknya iman juga keislaman kita belum kokoh dan sekuat itu. Kita sering ragu dan takut. Takut tak diketahui asalnya darimana dan akan kemana nantinya. Lucu sekaligus miris, bukan?

Rasanya perlu kita dengarkan pesan Allah terkait rasa takut miskin ini. 

اَلشَّيْطٰنُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاۤءِۚ وَاللّٰهُ يَعِدُكُمْ مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًاۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌۙ

asy-syaithaanu ya‘idukumul-faqra wa ya'murukum bil-fahsyaa', wallaahu ya‘idukum maghfiratam minhu wa fadhlaa, wallaahu waasi'un ‘aliim

Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjadikan untukmu ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S Al-Baqarah [2] : 268).

Bukankah di sana jelas dikatakan bahwa yang membisikan takut dan ketakutan adalah setan. Setan yang memerintahkan hawa nafsu kita untuk terus ragu dan takut. Terus memerintahkan titah pasti-Nya. Kita tahu, lalu akankah kita tetap memilih takut dengan nasib kita? Padahal kita sudah bekerja, ikhtiar keras pula, lucu sekaligus miris kita selalu takut dengan hal yang berbau kemiskian. Terlebih di era korona ini, yang coba kikis iman dan yakin kita pada Maha Pemberi Rizki. Zaman boleh sulit, tapi iman tak boleh pailit, begitu kata mendiang KH. Zaenuddin MZ.

Rasanya perlu kita renungkan pesan al-Qur'an lagi, Allah firmankan;

"Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu hendak menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (Q.S. Ibrahim. [13] : 35)

Jelas sekali pesan ayat suci itu, lagi-lagi di penghujung ayat tersebut kita merasa tertampar. Bagaimana tidak, Allah menyebut kita makhluk yang dzalim dan selalu ingkar dengan nikmat yang Allah berikan. Baru saja diuji dengan korona, baru saja diuji dengan ancaman kelaparan, krisis, ragam pandemik atau endemik... kita lupa pada siapa yang selalu memberi kita nikmat dan sejatinya siapa yang menciptakan itu semua. 

Kita dinina-bobokan oleh rasa khawatir seolah hidup kita yang mengatur. Kita terlalu sombong untuk mengasah iman yang kian hari kian terkikis, dunia dan setan tlah "berhasil kuasai" jiwa dan pikiran kita. Tak tahukah kita, bagaimana manusia dikurun terbaik tak lepas dari kemiskinan. Tapi lihat bagaimana sikap mereka menerima keadaan? Atau lihat saja teladan semesta, itulah nabi Muhammad saw. yang tak tergiur harta dan tetap kukuh memilih hidup sederhana, yang kadangkala tiga hari dapurnya tak mengepul. Padahal nabi, padahal kesempatan itu ada, padahal kewajibannya terhadap 9 isteri, terlebih tugas berat di tangannya menyampaikan risalah Ilahi pada seluruh manusia. Berat Sob, namun nabi tetap kuat dan memilih optimis. 

Maka wajar kata Allah, wain ta'uddu nikmatallahi laa tuhsuhaa, kalau kamu hendak menghitung nikmat Allah, niscaya (pasti) tak akan mampu. Anehnya kita, dengan rasa congkak mempertanyakan apa yang Allah beri berupa rizki dengan tanpa malu tidak mau memikirkan apa saja nikmat yang Allah beri. Siapa sih kita?

Untuk itulah, pantas sekali kita merenungkan ketakutan kita pada kemiskinan. Apa itu akan menebalkan iman kita atau tidak, kalau tidak untuk apa memelihara virus yang amat berbahaya itu?
Selagi masih diberi jiwa dan raga, maka mulailah kita tata iman dan keyakinan kita. Tauhid kita perbaiki. Hati kita bersihkan dari prasangka jelek. Lisan kita sucikan dengan kata-kata baik. Ini momen spesial. Insya Allah, jangankan korona, seribu korona mudah bagi Allah musnahkan di alam dunia. Tinggal kembali pada diri kita, maukah merenungkannya? (¤)

Pandeglang,   14/7/2021

Mahyu An-Nafi




Posting Komentar

0 Komentar