Ketika Masjid Jadi Destinasi Wisata

Ada yang pernah tahu Masjid Sheikh Zayed?

Masjid besar nan megah di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Kabarnya masjid itu menghabiskan dana tiga milyar atau 7,5 triliun rupiah. Luasnya bisa setara lima lapangan bola, sanggup menampung 40 ribu orang lebih. 

Masjid itu memiliki perpustakaan komplit dengan interior mewah lagi memanjakan mata. Dikerjakan oleh 300 pekerja dan 38 perusahaan kontraktor terkenal. 

Ikut ambil bagian pula para seniman, pengrajin, budayawaan dari Italia, Maroko, Turki, China, Yunani, dan Jerman. Di mulai tahun 1996-2007 diresmikan, dan mulai dibuka untuk umum. Pas di hari Idul adha.

Kita bisa bayangkan, betapa fantastisnya itu bangunan. Serasa ada di surga dengan oase sejuknya. Tetapi kalau menengok ke sekitar, hal itu tak aneh ya?

Hari ini, tak di kota dan desa kita bisa menyaksikan bangunan masjid yang mewah. Berlomba-lomba menunjukkan arsitektur keindahan. Pastinya membutuhkan dana yang tak kecil. Dengan bangunan yang unik, menarik, lagi romaantik.

Tak jarang, Masjid yang tadinya "hanya" menjadi tempat ibadah pada Sang Kuasa dan tempat bertemunya para thullab ilmu di sana; bergeser pada destinasi wisata religi. 

Kesakralan Masjid yang dulu ada dibongkar jadi arena selfie, ketawa-ketiwi, atau pelarian dari jenuhnya aktivitas duniawi. Bisa jadi, sebagian memaknai ajang rekreasi semata. Ruh untuk perenungan iman dan pemantapan tauhid mulai memudar.

Bukan, bukan tak boleh memugar Masjid agar lebih indah, tetapi perlu dipikirkan esensinya bagaimana dan kemakmuran macam apa. Agar tak hanya indah juga memiliki rumah untuk menyejukkan jiwa yang gersang. 

Kesakralan tetap ada dengan urgensinya terasa. Bisa melahirkan cendekia cerdas dengan moral yang terasa nyata. Memberi jalan penghubung dari mereka yang jauh dari buhul syariat. Merangkul mereka yang dengki jiwanya. Menyentuh mereka yang memilih jadi cukong, penjahat, pemerkosa hak rakyat, dan penebar ketakutan di tengah masyarakat.

Ini poin yang penting diperhatikan. Tak hanya mewah, dibalik mewah itu ada andil nyata di hati ummat. Pasalnya, ada banyak kemewahan Masjid tak seimbang dengan penghuninya yang sepi juga kejahatan sekitar yang masih mengaggu kehusyuan ibadah. 

Perlu kita ingat, nabi katakan bahwa di akhir zaman nanti ummatku berlomba-lomba membangun bangunan mewah. Tanpa esensi mungkin, itupula jadi tanda kiamat.

Wah, ngeri sekaligus ironi...

Tetap dong, kita optimis. Bisa jadi perubahan ini momen untuk kemajuan syiar Islam. Bukankah semakin bagus bangunanya, kita akan makin nyaman ibadahnya?

Positif thinking!

Perhatikan pula, HARUS ada esensi dan makna untuk perbaikan manusianya. Asli tidak pura-pura. Niatnya harus lurus, bukan demi nama besar belaka. Jadi, begitulah kawan. Wallahu 'alam. (*)

Pandeglang |  14 Agustus 2021

Mahyu An-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar