MAU JADI APA KAMU?

Bagi kamu yang masih muda dengan cita-cita yang terus menggelora, rasanya pertanyaan demikian relevan,

"Mau jadi apa kamu?"

Sebuah pertanyaan yang arahnya menggugat, tak sekedar basa-basi. Harus ada bukti. Terkadang buat kamu, kita-- atau pasti saya gabut tingkat dewa.

Ya, kalau hari ini saya sekolah, apakah nanti ilmunya itu bermanfaat, setidaknya tidak jadi beban orangtua. Bisa kerja yang nyaman.

Lama di pondok, akankah nanti ilmu saya punya makna di hati masyarakat. Akankah jadi pion perubahaan atau jadi cemoohan karena dibandingkan dengan nasib orang.

Aduh, gelar sudah sarjana, kira-kira harus gimana?

Untuk apa-apa capek dan lelah study, kalau yang menyumbang pengangguran itu orang yang pernah study, apalagi itu para mafia rata-rata orang pintar. 

Dan banyak lagi gerutuan yang di catat di kampas kehidupan. Tak lelah debu jadi saksi. Tak mengeluh bumi jadi pijakan. Tak marah langit menaungi kita mengeluh akan realitas dunia. Dan, Allah tak pernah jemu membuka pintu munajat  untuk mendengar curahan hati kita, ada yang mahdah ada jua yang ghaira mahdah. 

Lantas, harus gimana itu?

Hadapi. Jangan mundur. Buat prosfek hidupmu punya nilai. Mumpung masih muda, mumpung masih sehat, ayo, tanyakan pada jiwa: untuk apa kamu hidup dan akankah terus begitu?

Melangkahlah kawan, cari jalan yang bisa meringankan. Tengok mereka yang kini duduk di pintu keberhasilan. Cari energi positifnya. Cari sebabnya kenapa mereka demikian. Baca riwayat hidupnya. Renungkan, apa kamu bisa macam mereka?

Coba dan terus berlatih. Jangan sibuk nyinyir dengan dunia dan hidup orang lain. Pikirkan masa hidupmu. Jangan mau jadi beban dan membebani orang lain.

Terutama... orangtuamu!

Kamu harus malu dan merasa malu terus memberi beban. Beri senyuman. Senangkan hatinya. Beri kejutan keduanya prestasi. Apapun itu, semampu dan sebisamu.

Jangan terus membandingkan kalau itu buatmu terus jatuh. Jangan memilih cemas kalau itu membunuh harapmu. 

Percayalah, hanya yang bergerak bisa memberi perubahan. Dus, kapan melangkah? (*)

Pandeglang |  14 Agustus 2021

Mahyu An-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar