Menyorot Citayam Fashion Week dan Demam Latah di Mana-mana


Potret Seleb Citayam (sumber/internet)

Lebih dua pekan sorotan publik pada muda Citayam Fashion Week terus menjadi perbincangan. Statisun yang dulu biasa saja, boleh dikata kusam setelah ditata dengan baik oleh pemerintah Jakarta menghasilkan taman yang asyik untuk nongkrong.

Virallah nama-nama seperti Bonge, Jeje dan kawan lainnya yang kemudian menjadi selegram di kancah media. Menjadi perhatian khalayak ramai. Tak lama jalan Sudirman menjadi ikon menarik. Dukuh Atas menjadi perhatian.

Ada beberapa hal yang patut kita soroti dari fenomena Citayam, di antaranya yaitu:

Pertama, betapa masyarakat kita butuh akan taman bermain dan berekspresi. Selama ini taman yang ada belum memenuhi kebutuhan yang ada atau bisa jadi tidak tertarik bagi dengan ekses yang ada.

Kedua, kota selama ini menjadi ikon orang berduit, bagi mereka yang berkantong pas-pasan tidak terpenuhi hasratnya terhadap ikon ada. Citayam menjadi magnet tersendiri dari kawasan kumuh berubah pada kawasan yang cukup esktrentik.

Ketiga, selama ini keputusan politik sering dicurigai sebagai cawe-cawe, siapa nyana di bawah nahkoda gubernur Anies keputusan bukan sekedar angin lalu dan Jakarta adalah milik semua. Jakarta harus menjadi perhatian kita dann terus memompa daerah lain tumbuh menyongsong masa yang lebih baik lagi.

Sekarang kita melihat Indonesia dengan keragamaan, di saat yang sama menghadapi problem yang cukup aktif. Jakarta yang ada menciptakan pengkelasan sosial. Strata sosial yang ada sering memantik konflik sosial.

Si kaya dan Si miskin menjadi perbincangan. Belum kita membicarakan kebobrokan moral, kerusakan eksoistem alam, dan kemacetan yang sulit diurai. Kenyataan itu rasanya cukup menjemukkan rasa dan jiwa kita. 

Pada siapa harap diminta dan pada siapa ingin disampaikan?

Untuk itu, fenomena citayam itu adalah suara keberpihakan. Sepantasnya negara membuka ruang dari tangan-tangan yang ingin mengotori ruang publik itu.

Mereka yang memiliki "dompet tebal" hendaknya tidak mengkomersialkan untuk kepentingannya sendiri. Apa yang dilakukan Baim Wong sudah seharusnya ditolak dan digugat.

Itu tidak mencerminkkan kebebasan untuk menyuarakan hak warga negara, dalam hal ini warga sekitar Citayam, Bojong Gede, Depok dan sekitarnya perlu dilindungi.

Ke depan diharapkan, tidak hanya menjadi kawasan milenial yang tempat nongkrong belaka tetapi menjadi tempat menggali kreativitas dan gagasan besar untuk bangsa. 
Tidak hanya pamer atau selfie belaka tapi ada sumbangan besar. Kontribusi untuk membangun bangsa, menggenapkan janji yang tertuang di undang-undang dasar kita.
 
Melihat  Citayam fashion week kita juga diingatkan dengan budaya latah. Latah sendiri menurut Wikipedia yaitu suatu keadaan fisik penderita yang menyebabkannya mengeluarkan respon (berupa ucapan kata-kata atau kalimat dan sering disertai gerakan tubuh) secara spontan terhadap suara atau gerakan yang sifatnya mengagetkan si penderita.

Sejauh ini, latah baru ditemukan di budaya dan orang Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia. Oleh sebab itu, latah dianggap sebagai suatu sindrom khusus kebudayaan.

Apakah latah masuk kriteria penyakit?

Dikutip dari Detik Health, latah tidak dikategorikan sebagai sebuah penyakit, tetapi psikiater mengatakan perilaku ini masuk ke dalam kategori gangguan gejala kejiwaan. “Makanya latah jadi masuk ke gangguan (gejala psikiatri) dan berhubungan dengan kultur atau budaya. Kalau dibilang penyakit itu belum termasuk penyakit, istilahnya hanya gejala perilaku dan pikiran saja, dan susah juga dikategorikan sebagai penyakit,” jelas dr Andri, SpKJ, psikiater dari Klinik Psikomatis RS Omni Alam Sutra, Tangerang.

Dari apa yang kita perbincangkan di atas sadarlah kita nampaknya rakyat masih banyak membutuhkan kawasan terbuka yang membuat nyaman lagi betah untuk melepas dari kelelahan hidup. 

Andai saja dana untuk membangun Ibukota baru dialokasikan ke sini, mungkin lain ceriatnya. Kalau ya, tapi mana pemerintah mau dengar?

Semoga fenomena yang ada bisa melahirkan semangat membangun fisik dan pikiran kita untuk bangsa yang lebih baik lagi. (***)

Pandeglang, 25 Juli 2022





Posting Komentar

0 Komentar