Sejarah Banten dan Planing Lomba

 

Rencananya saya akat ikut lomba kepenulisan se-Banten di hari jadi fakultas sejarah UIN Hasanuddin Banten. Saya akan coba menulis essay menguklik lebih dalam sejarah pemberontakan di Kesultanan Banten. Bagimana sampai runtuh dan siapa saja dalang di balik itu. 

Jujur saja, agak deg-degan menulisnya. Bukan apa-apa, takutnya menyinggung keluarga besar sultan banten. Jangan sampai nanti kena ciduk pihak keraton. Dituduh merusak atau mengotori nama baik dzuriyyah banten. Nah loh, gimana itu.

Saya sadar bukan bagian entitas kampus atau komunitas apapun. Pastinya tidak memiliki tenaga penuh sekiranya berurusan dengan hukum. Lagian tidak paham jauh juga bagimana hukum dan segala aturannya.

Tetapi ada yang mendorong saya ingin menyuarakan ide dan gagasan ini. Ada rasa resah menyaksikan tak sedikit darah daging atau warga Banten sendiri belum tahu sejarahnya sendiri. Bagaimana dulu para leluhurnya berjibaku melawan para kompeni agar hengkang dari bui pertiwi. Darah di noda sejarah tidak akan lekang oleh sejarah tercatat abadi.

Problem kita hari ini, masyarakatnya kurang tertarik dengan term sejarah. Seoalah sejarah hanya cerita tumpukkan usang di peradaban lampau. Tak layak lagi diingat dan digali lebih dalam.

Kesadaran memelihara tradisi dan budaya pun kurang begitu dilakukan karena bisa jadi penghayatan terhadap sejarah hanya sebatas seremonial. Selanjutnya lupa arah ke mana pemahaman sejarah itu akan di bawa. Kita lebih tertarik pada isu m

Di titk ini, ada kenyataan kritis di sekitar kita; dibalik ketidakpedulian terhadap sejarah maka tak ayal kerapuhan moral tinggal menunggu waktu. Bukan tengah menakuti, seharusnya ini menjadi perhatian kita bersama.

Di balik bangsa besar tersimpan orang besar. Begitu kata pepatah bijak. Kita tak akan tahu bagimana sulit dan sukar merengguk nikmatnya kemrdekakan di tengah teror. Alasannya seedrhana, karema kita tidak mengalaminya di msa.

Akan tetapi dibenarkan dengan alsan tidak mengalami kita menutup diri dari sejarah bangsanya? 

Tentu saja tidak. Ada cara untuk kita tahu seprti apa perjungan para pendahulu kita tanpa perlu terjun ke masa berdarag itu. yakni denagn membaca sumber sejarah, merenungkan, menghayati lantas kita mencari secercah hikmat untuk kita jadikan i'tiabar menyongsong masa depan.

Saya pikir semangat tak boleh luntur. Wasilah berkecimpung di lomba it di antara bentuk saya punya kepedulian dan kontribusi untuk bangsa yang amat saya cintai.

Saya tidak berharap muluk-muluk menggondol juara tiga. Cukup juara satu saja agar bisa menghadirkan senyum di wajah kedua orangtua dan memantik semangat saya terbang lamngsung di belantika pemikiran Banten, umumnya di republik Indonesia.

Sudah saatnya saya turun demi meng-counter pemikiran yang menenggelamkan pemahaman ebnar kita pada jurang ragu. Tak sedikit yang  tengah bergerak secara sistematis menguburkan fakta sejarah Islam turut membangun dan membidani berdirinya itu hanya klaim belaka.

Mereka menyodorkan data-data yang katanya benar padahal kamuflae belaka. Hal itu demi menutupi dan sengaja mengubur apa yang pendahulu kita perjuangkan. Gerakan kiri sampai saat ini terus intens menyuarakan ide dan gagasan liberalnya.

Tugas kita bukan mengorbanka atau meumpas mereka. Akan lebih baik terjun alngsung melawan dan menjawab narasi yang merea katakan. Cara barbar harus kita tinggalka. Ide dibalas ide, gagasan dibalas gagsan, dan karya harus dibuat karya. Saya kira, itu jauh lebih cerdas dan mengena. Daripada koar tanpa esensi apa-apa.

Mitos dan Sejarah Tercampur

 Saya sering iseng bertanya bagaimana sejarah Banten ke warga yang saya kenal. Tujuan saya sederhana, bagimana pengetahuan mereka dan kalau boleh berharap, ada ilmu yang bisa saya kecup di sana. 

Rata-rata, ya banyak yang kurang paham dan tercebur pada mitos yang terlanjur tersebar di lapangan. Sialnya, kadang mereka marah saat mau diluruskakn sesuai fakta sejarah yang lebih valid. Mereka merasa puas dari apa yang mereka secara turun menurun. Mengabaikan data sejarah dari sumber terpercya.

Di sisi inilah ironi dirasakan. Kalau kita harus mencari kesalahan, siapa yang salah? Apa ini salah aparatur pemerintah yang kurang mensosialisakikan sjerah darahnya? Apakah ini salah sejarah-- oramnng kometen yang memahami sejarah tidak mau menyuarakan dan turun mengedukasi warga yang terlelap di keacuahn terhadap literasi? Atau bisa jadi, ini salah kita sebagai warga yang tidak mau dan merasa puas dengan sedikit wawasan di kepala?

Tentu saja, ini fakta yang harus menajdi prhatian bersama. Bagaiama sebisanya kita renovasi sehingga menumbuhkan masyarakat yang peka terjadap sejarahnya.

Penutup

Atas kenyatan redaksional di atas perlu kiranya kita terus menggiatkan masyarakat sadar dan peka terhadap sejarah bangsanya, daerah, atau mungkin dirinya. []

Posting Komentar

0 Komentar