Di Mata Mereka Aku (Tidak) sukses

__
Kata teman, hidupku tidak ada kemajuan. Statis. Dari dulu gitu-gitu saja. Itu yang disampaikan adikku--mungkin itu suara hatinya pula-- di malam yang dini. Aku tidak terlalu kaget sih, meskipun agak tersinggung. Seolah-olah selama ini tidak melakukan apa-apa. Tidak punya mimpi. Minus cita-cita.

Aku tidak boleh marah apalagi balik mencaci maki. Mudah sekali mencari siapa yang menyepelekan apa yang aku lakukan. Baik dari mereka orang dekatku dan mereka yang tidak dekat atau pura-pura dekat. Mereka aneh dengan sikapku maupun prinsipku. Ya aneh, seperti aku yang aneh juga kepada mereka.

Benarkah aku tidak melakukan apa-apa selama ini? 

Katanya sih, iya. Aku hormati. Aku hargai. Aku boleh gemas juga, ya. Mereka mungkin benar, aku belum juga menjadi apa-apa. Aku belum menjadi penulis terkenal; belum punya penghasilan tetap; belum punya apa yang teman-temanku dapatkan; tetap betah menyendiri padahal usia lumayan; tidak jelas karirnya; tidak punya karya, singkatnya belum menjadi apa-apa. Tidak jelas nasib hidupnya.

Mestinya orang sepertiku itu: sudah punya karya, dapat pengahasilan tetap, nikah sama orang cantik plus sholehah, dapat anak sholehah dan penurut, berdaya dengan apa yang aku suka, dan terpenting namaku sudah seharum parfum terwangi di seluruh dunia. Hanya beberapa meter sudah tercium kalau yang memakai itu memang manusia beneran!

Itu kata mereka. Apa aku marah dan sedih? Insya Allah, tidak. Sering dan amat mudah kata-kata negatif menyaapa kepada mereka yang memilih berjuang dengan prinsip mereka. Aku bukan orang pertama yang mengalami ini. Orang-orang besar sebelum ku sudah akrab dengan kata peduli tapi menjatuhkan. Kali ini aku merasakannya. Merasakan apa yang dirasakan orang besar. Karena aku sudah besar dan dewasa memahaminya.

Sikapku jelas, ya sudah. Itu kata mereka, memang benar versi mereka. Namun, apa mereka ingin tahu versiku? Yakin, tidak mau. Untuk apa mendengarkan suara aku yang bukan siapa-siapa? Mengejek dan merendahkan rasanya lebih pantas aku terima, ya mungkin begitu.

Orang seperti mereka memang tidak selayaknya dibaperin. Capek-capek. Kalau dikomparasikan itu seperti orang yang berkata: Indonesia belum merdeka seutuhnya. 74 tahun merdeka tetap saja KKN masih banyak. Ya, korupsi di mana-mana. Kemiskinan apalagi. Pengangguran mulai mengancam karena banyak karyawan atau pekerja kena PHK. Merdeka sia-sia belaka. 74 merdeka negeri kita masih lemah.  Merdeka menyisakan rampai kehidupan.

Itu kata mereka yang pesimis. Itu kata mereka yang menilai hanya dari nilai materi. Itu pula kata mereka yang melihat dari satu sudut pandang. Di mata mereka seorang guru yang berjuang mendidik anak muridnya, berpuluh-puluh tahun. Sudah banyak lahir dari tangan dinginnya anak-anak berprestasi dan berkepribadian baik. Sayangnya, ia tetap honorer. Gajinya tak seberapa berisiko dengan kondisi ekonomi carut marut. Bertahun-tahun tidak jua ada perubahan sedangkan orang seangkatannya sudah meluncur nasibnya. Di mata mereka mungkin tidak berhasil. Sukses itu saat mapan keadaannya.

Demikianlah tipe orang begini ada dan mungkin banyak di sekitar kita. Semua kembali kepada kita. Akan melihat dari sisi mana. Dengan persepektif mana kita gunakan. Barangkali sesudah sukses pun akan ada orang serupa yang suka menyudutkan, semua lagi dikembalikan ke kita.

Aku pun begitu. Ketika mendengar dan tahu bahwa aku "tidak sukses"  di mata mereka, ya sudah. Toh di mata mereka. Bukan di mata Allah. Bukan di mata peradaban. Bukan pula di mata mereka yang bisa menghargai perjuangan orang. 

Kalau pun mereka meragukan, aku yakin dengan hidupku. Yakin dengan prinsip ku. keraguan tidak akan meragukan langkahku. Kok bisa? Karena aku berpedoman pada hadits Nabi: ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tuanya dan murka Allah terletak pada murkanya.

Oleh karena itu, bagiku sukses adalah ketika jalanku seiring dengan ridha orangtuaku. Saat semua yang aku lakukan dibawah restunnya, rasanya aku sudah sukses. Merasa bahagia. Aku bangga dengan kegagalan ku asal itu berpangkal kepada prinsip aku yakini. Terus, bagaimana dengan kamu? (***)

Pandeglang | 23 April 2023   21.41

Posting Komentar

0 Komentar