Rencana "Pelangi" Coldplay Jadi Gemuruh

Potret band Coldplay (Sumber VIVAnews)

Kabar akan datangnya grup band asal Inggris itu masih menjadi perbincangan hangat. Bisa kita tebak pro dan kontra pun tak bisa dihindari. Rata-rata yang dipersoalkan kenapa "antek pelangi" bisa diberi ruang di republik tercinta.

Persoalan akan datangnya Coldplay ke tanah nusantara ini diangkat menarik di TV One. Melalui acara "Potret Indonesia" ada beberapa tokoh hadir. Saya tertarik mendengar statemen dari Kiai Cholil Nafis, Ustaz Deri Sulaiman dan Kiai Taufik dari PCNU Jakarta.

Bagi Kiai Taufik, tidak ada persoalan nyata hadirnya Coldplay ke Indonesia apalagi membawa bendera LGBT. Justeru hadirnya band dunia itu salah satu stimulusnya bangkitnya ekonomi Indonesia. Dua tahun kita terpuruk diterjang badai pandemik, bagaimana ekonomi terseok untuk bertahan.

Adapun LGBT disebut penyakit juga tidak setuju. Tidak boleh ada diskriminasi terhadap siapapun. LGBT mungkin penyakit tapi tidak untuk 'mereka'. Untuk itu, saling saja menghormati. Setuju atau tidak, faktanya mereka memang ada.

Berbeda dengan Kiai Cholil Nafis dari MUI, dengan tegas mengatakan bahwa LGBT adalah penyakit. Namanya penyakit harus dihindari atau ditolak. Tidak benar mengatakan bahwa sikap itu diskriminatif. Justeru itu soal sikap dasar seperti ajaran Islam.

Bahwa normalnya laki-laki adalah suka pada wanita. Begitupula wanita suka pada laki-laki. Untuk memiliki keturunan nantinya. Lagian soal musik itu, tidak benar pula mendongrak ekonomi bangsa. Lagian, kita punya produk dalam negeri, kenapa merasa rendah dengan produk sendiri?

Ustaz Deri Sulaiman lain lagi, sebagai musisi dan sekarang aktif di Jemaah Tabligh melihatnya sebagai sebuah peluang. Itu ladang dakwah yang menarik. Ada berapa ribu orang hadir di sana dan entah bagaimana kalau sekiranya bisa menyampaikan nilai-nilai Islam di panggung spektakuler tersebut.

Walau bagaimanapun mereka yang hadir di sana adalah umat Rasulullah yang punya potensi untuk di ingatkan. Kita membenci penyakitnya bukan orangnya. Kita membenci sifat buruknya bukan orangnya. Sebagaimana ia katakan, ia tahu Islam saat dalam diskotek. Ia percaya cahaya tidak akan kalah oleh kegelapan.

Tidak hanya itu, ia pun menambahkan agar tidak menyebut "4 huruf" itu. Sebab secara tidak langsung itu medio untuk mempropagandakan paham tersebut. Untuk itu, selain harus bijaksana juga harus selektif dalam memilih kata-kata.

Tiga pernyataan di atas, kita bisa menarik hipotesis awal tentang akan datangnya Coldplay, yaitu masih perlu dikaji lebih dalam. Bagimana pihak panitia harus "berani" mengingkatkan tim manejemen band Inggris itu memperhatikan agar tidak keluar dari nilai moral yang dijaga di Nusantara. Kalau pun tidak, yang terpenting kita harus menyiapkan iman dan ilmu yang cukup agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang agama caci.

Semua kembali kepada persepektif masing-masing. Kita sama-sama membenci aktivitas apapun yang tidak sejalan dengan nilai luhur bangsa, tetapi kita pun tidak boleh pula memaksa saat keinginan kita tidak terdengar sebagai wujud nilai luhur bangsa pula.

Itulah hakikat sikap berbangsa kita, berbeda tidak saling untuk merasa bermusuhan. Ada budaya musyawarah di kita. Itu warisan leluhur bangsa sekaligus manifestasi ajaran yang Al-Quran katakan "wasya wirhu fil amr". Lepas dari itu, mungkin benar kata Dedi Corbuzier, solusi agar Coldplay mudah diterima adalah dengan mualaf. Pragmatis sekali tapi mungkin aja cocok ya. Gimana menurutmu? (**)

Pandeglang, 26 Mei 2023    22.46 

Posting Komentar

0 Komentar