Secuil Kisah Untukmu

Semua tentang rasaku (dokumentasi pribadi)

Ibu, aku rindu. Sering aku datang ke pusaramu, aku ingin curhat denganmu, Bu.

Kenapa semudah ini ibu pergi, di saat aku amat membutuhkan belaianmu. Bu, aku kadang cemburu pada mereka yang utuh memilih ibu, aku kok tidak. Sedih Bu, kadang marah juga kenapa Allah cepat memanggil ibu.

Tapi kata laki-laki itu, sudah takdir. Kesal sih dia mudah ngomong gitu, sok tahu. Lama-lama aku paham walau butuh proses. Di dunia ini kan, ada kematian dan kehidupan. Semuanya ada perputaran sesuai aturan Allah. Nah, takdir itu bagian rahasianya. Sekeras apapun menolak, ya kalau harus terjadi Allah sudah punya rencana di baliknya.

O iya, ibu belum kenal ya sama laki-laki itu?

Dia itu laki-laki normal yang sedang mencari arti kehidupan. Kata dia, jangan menyesali apa yang terjadi sebab semua ada dalam kuasa-Nya. Kita boleh belum menerima apa yang terjadi tapi jangan sekali-kali mencaci pun mempertanyakan apa yang menjadi wewenangnya. Ikuti prosesnya. Gitu katanya.

Kata Imam Ahmad bin Hambali, " Hidup itu perjuangan dan pengorbanan, dan Perjuangan seorang muslim tidak akan berhenti sampai nanti ia menginjakan kakinya di depan pintu surga-Nya."

Bu, selain kangen ibu aku sekarang kangen dia juga. Tapi ibu jangan kasih tahu dia ya, nanti dia kege-eran. Pura-pura gak tahu saja. Selama ini dia suka bilang rindu ke aku Bu, ya. Ikh, aku serba salah jawabnya. Dia laki-laki pertama yang menbuat aku nyaman, merasa dipayungi oleh awan kebahagiaan.

Dia punya stok rindu luar biasa Bu. Aku kadang berpikir, apa pantas mendapatkan curahan rindu sebesar itu. Walau aku selalu bergeming mengaku tidak rindu pada dia, aslinya gak gitu. Kadang aku uring-uringan sendiri, cemas sendiri. Bedanya kalau dia berani jujur, nah aku malu, Bu. Malu kalau dia kok seterbuka itu, sedang aku masih mengeja dan memahami deretan kata sayang maupun kerinduan.

Aku sekarang harus belajar banyak hal, Bu. Belajar menerima ibu tidak di sini saja lumayan prosesnya. Tapi aku percaya Bu, asal mau mengikuti prosesnya semua akan baik-baik saja. Tidak mudah bukan berarti mustahil. Bapak, ibu, mbak, Ibu Nyai, Ning Wardah, Om dan Ning Rahma ajaran itu.

Eh, Ibu kenal sama Ning Rahma?

Bu, tiap saat aku ingat ibu. Tapi laki-laki itu, apa menurut ibu baik? Dia manggil aku Ning, ihh.. aku gak enak! Aku rindu dia bu, bukan karena dia kaya, pintar atau mungkin pintar menulis.

Aku mencintai dia karena mau memahami karakter ku dan tidak menyerah saat aku buat dia jengkel atau mungkin kecewa. Cinta itu tentang kecocokan. Saat ini aku merasa cocok, Bu. 

Bu, aku baik-baik saja di sini. Aku sekarang jadi Ibu guru. Mengajar itu memang menyenangkan. Tidak terasa segala beban serasa plong gitu. Di sekolah aku belajar banyak hal, tentang tanggung jawab dan nilai kehidupan. Ada Ning Wardah yang baik, ada Ibu Nyai perhatian, Mbak Arfati yang peka dan anak-anak yang lucu plus pintar.

Malam ini gelap ya, Bu. Rembulan seperti malu menunjukkan keindahannya. Tidak ada hal yang buatku cemas Bu, selain aku lagi cemburu. Aku sekarang mengenal kata cemburu. Jengkel dibuatnya, Bu. Jiwa terasa terbakar, cemas dan takut. Lelah juga, ya, Bu.

Apa Ibu dulu pernah begitu juga ke bapak?

Bu, aku sekarang sudah tahu rasa cinta. Aku sudah mulai dewasa. Memang belum seutuhnya dewasa tapi aku tengah belajar ke sana. Doakan, ya, Bu. Aku ingin membahagiakan siapa yang tulus mencintaiku dan berbuat baik kepada siapa yang tidak menyukaiku.

Ibu, doakan anakmu agar dimudahkan cita-cita baiknya. Sekarang, aku harus berani mengambil resiko. Hidup terus berjalan. Kata Imam Ahmad bin Hambali, " Hidup itu perjuangan dan pengorbanan, dan Perjuangan seorang muslim tidak akan berhenti sampai nanti ia menginjakan kakinya di depan pintu surga-Nya."

Untuk itu, aku ingin memperjuangkan hidup ini. Salam rindu Ibu, salam rindu juga untuk yang ingin setia di sana. Kalau takdir mengijinkannya, peluk sayang untukmu yang tengah berjuang. Sekian curhatnya, Bu. Terima kasih. Moga Ibu bahagia di sana. (**) 

Tanah Berpijak, 24-25 Mei 2023     17.24

Posting Komentar

0 Komentar