Ocehan Pagi Tanpa Gula

Segelas teh, muk-nya dapat mere /Dok. Pribadi

Segelas teh sudah menyapa
di pagi
Senyum dia belum tercipta
Kabarnya sakit di sana
Aku pun menulis cerita
awal hari tanpamu 
dengan segelas teh pahit
tanpa gula
tanpamu jua

~ Mahyu An-nafi

Tadi malam aku tidur, merem dan tidak melek juga tidak melotot. Aku tidur dengan aneka mimpi sebelum mimpi beneran padahal belum tidur. Tidur yang larut yang menyisakan aktivitas yang belum selesai, agak meresahkan.

Benar saja di mimpi itu ketemu yang cukup menggelikan juga agak menakutkan. Tapi itu meniupkan harap, apa aku harus pindah haluan? Ke mana, yang penting bukan hati yang lain. Aku punya hati dan hatiku cuma satu, setengahnya satu untuk ibadah dan setengahnya lain lagi punya ruangan lain. Biar kuatur semampu apa saja.

Mimpi yang saat tidur itu aku ketemu siapa-siapa yang sekarang buatku agak jengkel atau sering buat emosi sendiri, sering buatku heran juga ada apa dengan diriku yang bukan dirinya. Aku kadang heran kenapa mimpi yang agak gabut buatku menangis, mimpi kadang buatku histeris atau merenung sepanjang jalan harapan.

Aku tahu aku cuma manusia yang kadang makan kalau lapar atau diam kalau sedang malas berlari, bukan berarti dong tidak diperbolehkan untuk merekayasa perasaan orang lain. Bagiku namanya perasaan ya tak harus sama, kalau sama bukan perasaan tapi jamu perasan tidak pake perasaan lagi. 

Di temani segelas teh hangat tak pakai gula dan roti yang bukan bikinan Emak, aku kembali berharap mimpi semalam tak terjadi. Biarlah mimpi berbau kebaikan terjadi atau mimpi yang aku obrolkan dengan dia terjadi. Walau ada baunya tak apa, selama punya potensi kebaikan bau pun tak apa. Justeru bau yang berbau tidak sedap kadang dibutuhkan daripada wangi tapi isinya penuh kepalsuan.

Tadi malam aku membaca Fiqih Sunah baru bab Salat, itu pun sebatas 4 sunah mengangkat tangan di dalam salat. Kamu tahu kan di dalam salat itu, ada syarat, rukum, sunah dan makruhat terus mubtilat-nya ada juga. Belum lagi bab tasawuf-nya yang lebih ke hal spiritualitas, bisa di baca di kitab Ihya Ulumuddin misalanya, karya Imam Al-Ghazali.

Untuk itu waktu itu sempit bagi siapa yang memang punya kesibukan. Kalau tidak punya kesibukan aku sering punya kesibukan lain, ya mengobati rasa rindu pada anak bapak di sana. Yang katanya selalu sibuk sampai sering kelelahan terus meriang. Bukan merindukan kasih sayang macam lirik lagu Cita Citata itu, nah ini seriusan gering.

Jadi anak bapak itu guru di salah satu TK wilayah republik Indonesia, di mana kita lahir dan mungkin melahirkan. Apa saja yang kita lahirkan mungkin di Indonesia, mungkin saja di lain Indonesia, yang penting jangan kering itu rasa cinta pada NKRI anugerah Allah ini!

NKRI harga mati!

Kalau aku menulis ini aku ingin terus menghormati hatiku yang telah diberi sesak oleh mimpi dan kerinduan. Walau aku  bertanya, apa fase selanjutnya agak begini, tapi aku segan mendebat jiwaku. Bagaimanapun dia bagian diriku biar aku peluk saja ya, janganlah didebat.

Pas menulis ini aku dapat kabar dia terkena sakit lagi. Aku kok gimana ya, serba salah gitu. Salahnya gimana gitu, apa resah tadi malam juga mimpi-mimpi yang agak buruk karena buruknya keadaan dia yang buatku kepikiran. Tidak sekedar rindu doang, tapi mau apa toh terpisah jarak. Aku hanya menabung hara plus doa,

"Cepat sembuh Bu Guru, semoga Allah memberikan rahmat atas sakitnya dan kesabaran untuk yang terlibat serta merasakannya." []

Pandeglang pagi,    8 Juni 2023    06.38

Posting Komentar

0 Komentar