Benarkah Penulis Selalu Kaya Ide?

Banyak yang berpikir bahwa penulis itu orang yang penuh ide dan gagasan, orang yang imajinatif; dan penuh cita-cita. Ini yang dipandang mereka punya "kelebihan tertentu" dibanding orang lain. Kelebihan yang disangka langsung pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Tak jarang jadi bahan iri akan kelebihan itu. Benarkah demikian hal tersebut?

Kalau kita pahami secara lengkap, artinya sebuah pola pemikiran yang utuh sejujurnya tak ada beda dan sama saja, setiap orang telah diberi pengetahuan. Kalau beda bukan beda itu yang yang istimewa tetapi proses mendapatkannya yang patut istimewa. Setiap orang punya imajinasi namun tak setiap orang mampu mengelolanya, atau mau mengelola itu. Pada akhirnya hilang saja ide karena tidak ditangkap. 

Ibarat binatang buas, ia akan jinak kalau dijinakan. Dan akan tetap buas kalau tidak dijinakkan. Demikian pula ide/gagasan yang ada, yang bercokol di kepala akan hilang atau menempel tergantung individu mengelolanya. Itu sebabnya perlu ada usaha untuk serius mengelolanya. Tentu makna menulis agar menjadi penulis tak melulu dipersempit mereka yang sudah punya buku atau sudah masyhur. Sejatinya menulis itu proses kreatif, proses mengelola ide, proses menuangkan gagasan di mana saja. Tak ada syarat harus dikenal ataupun terkenal. Intinya menulis dan dituliskan. Kalau misalnya takdir mengijinkan dikenal, ya itu bonus kalaupun tidak, ya tak masalah. Toh tak ada yang dirugikan.

Di sinilah pola pikir yang salah dipahami oleh mereka yang belum akrab dengan dunia menulis. Menulis tak selalu harus baik dan menarik, tulis saja dulu. Biarkan waktu nanti menuntun kemana akan mengarah. Tetap tuliskan apa yang ada di kepala. Tentu saja perlu konsistensi dan kesabaran. Percayalah semua butuh proses. Tidak ujug-ujug jadi macam makan rawit, am langsung pedas, mana aja coba. 

Inilah poin penting bagi kita agar tetap tahu diri dan mau mengelola kualitas diri. Menulis itu proses mengaktualisasikan diri kita. Ciri tafaul juga terhadap al-Qur'an. Bukankah wahyu itu dituliskan hingga tetap eksis sampai kini. Bayangkan kalau tak ada ide kreatif dari sosok sahabat utama Umar bin Khattab untuk membukukan mushaf suci itu, entah bagaimana nasib Umat di kurun selanjutnya. 

Ada mushaf saja seperti yang kita lihat sekarang, apalagi kalau tak ada. Saya pikir hal ini harus jadi perhatian. Utamanya sebagian kita yang Allah berikan ilmu agar pro-aktif menyebarkannya. Baik lewat lisan atau tulisan agar lebih banyak insan yang peka dengan kondisi zaman. Turut aktif juga menebar benih nilai keislaman atau keindonesiaan yang berbasis cinta lagi damai. Jangan sampai nada damai kalah oleh para kontraktor ekstrimis yang berwujud di segala pos sosial kita. Kita selalu percaya, yang baik akan selalu melahirkan hal baik. Semua tergantung niat juga usahanya.

Dus, kapan kiranya Anda aktif menulis. Tak selalu hal besar, semua bisa dimulai dari hal kecil. Kuncinya kelola imajinasi yang ada, maka yakin ada hal beda di hidup Anda. Kalau tak percaya silakan coba sendiri. Sukses tanggung sendiri. Wallahu 'alam. []

Pandeglang,   9/7/2021

Mahyu An-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar