Saya dan Cita-cita

Dunia dalam harap, tanpa harap kita akan mati sebelum saatnya. Begitu pepatah yang saya ingat dan jadi mercusuar diri. Bagaimana saya harus bertindak, membangun cita-cita, menelurkan mimpi lagi mencapai apa yang layak dikejar. Sampai kini pepatah itu menjadi motto besar dalam langkah harian saya. Setidaknya saya punya suntikkan energi untuk menghadapi problematika hidup yang beragam. 

Saya yakin dan percaya setiap orang punya mimpi, harapan untuk masa di mana dia nanti berjuang lagi menikmati. Tak ayal di usia dini, di masa-masa harum di sekolah selalu ditanyakan oleh Bu Guru dan Pak Guru: apa cita-cita kalian? Yang biasanya direspons atraktif oleh anak-anak manis itu sehingga menambah semarak di kelas. 

Begitpula saya pastinya punya hal itu, namun karena usia tak lagi harum, rasanya malu kalau terlalu menggebu macam anak-anak. Karena di masa ini seharusnya diwujudkan juga di usahakan agar tercipta apa yang diharap, tak lagi hanya di khayalan. Kalau tak sekarang mau kapan dicapai?

***

Kalau harus di urutkan sedikitnya ada yang saya cita-citakan, yaitu :

1). Punya usaha permanen dengan budget lumayan. Ini saya planing untuk membangun asa demi mendorong hal lain yang fudamental, juga memastikan kemapanan finansial agar tidak memberatkan pihak lain. Syukur-syukur turut meringankan beban dan aktif membantu orang dalam kesulitan.

2). Punya pasangan satu misi dan semitra. Saya pikir ini juga jauh lebih penting karena saat menemukan dia yang peka lagi memahami kehendak suaminya  sebuah berkah besar. Dengan demikian memudahkan mencapai mimpi yang di tata. Bisa dibayangkan kalau dia tak punya chemistry, yang ada pertengkaran juga perdebatan yang ada, coba bayangkan kapan mau mengejar cita? Repot, Bang! 

3). Tetap fokus di bidang pendidikan dan membangun basis esensialnya. Entah kenapa harap ini terus tumbuh dan membumbung di jiwa. Terdengar berlebih memang, tapi saya percaya ini akan tercapai. Karena apa yang saya harap berangkat dari kepedulian di lingkungan sekitar yang kurang ideal. Bagaimana angka literasi yang cukup memprihatinkan, melek pada huruf arab jua rendah, ditambah kenakalan remaja efek kemajuan teknologi semakin masif dan amat ironi. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. Begitu kan rumus tak pastinya. 

***

Saya rasa itu dulu, yang lain nanti menyusul atau malah menginduk pada tiga hal demikian. Bagaimana sebuah cita-cita yang terlalu muluk, yang di masa mana saya bisa mencicipinya.

Seperti yang dikatakan di atas, tanpa harapan kita akan mati sebelum masanya. Penting untuk disadari untuk kita tetap survive dalam hidup harus ada formula dan formula inilah yang menjadi suntikan moral saya. Kalau kamu, ya saya tidak tahu. Tinggal dicari dan tumbuhkan saja, kalau mau sharing ya komentar saja di bawah, bisa dong kita adu argumen. Kalau mau, kalau tidak ya uf to you! (*)

Pandeglang,   8/7/2021

Mahyu An-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar