Kritik dan Suara Perubahan

Baru ini publik digegerkan dengan suara kritik dari salah satu BEM di Universitas. Suara itu mengarah pada pucuk pimpinan Istana yang kebijakannya kurang ideal, mengarah pada kebuntuan kemajuan sebuah bangsa.

Sayangnya suara kritik itu ditindak kurang bijak dengan pemanggilan ketua BEM oleh rektor. Padahal kritik itu dilakukan di hari libur dan esensi yang disampaikan pada dinamika kebijakan terkini yang kurang manis. Atas upaya tindakan yang dilakukan "tidak perlu" itu menyebar ke Universitas lain yang juga sudah gerah dengan keadana terkini. Tak hanya pucuk, wakil begitupula petinggi lain pun terkena gigitan panas suara kritik agen of change tersebut.

Menyaksikan peristiwa ini saya kok teringat teori Bing Bang, memang tidak terlalu nyambung setidaknya sedikit relevan. Begini pemaparannya. 

Mahasiswa kritis itu tak aneh dan selayaknya begitu. Kenapa? Karena mereka itu calon yang meneruskan eksistensi negara. Baik-buruknya sebuah negara akan dipegang olehnya. Sedari dini penting diajarkan dunia leadership dan perpolitikan agar tahu keadaan dan bagaimana bangsanya sekarang, dulu, dan nanti akan disiapkan.

Bukankah petinggi negara sekarang pun bagian dari Mahasiswa dulu yang mencita-citakan negeri maju, harmoni, dan berkarakkter dalam banyak bidang. Lalu saat duduk di kursi empuk, kenapa antipati dengan suara mahasiswa dan terkesan kurang bersahabat. Apa tidak paham bahwa itu suara perubahan atas gejala sosial yang mencemaskan rasa. Bukan dipreteli harusnya dipahami lagi didengarkan apa hendak dicapai sehingga budaya kekeluargaan yang tumbuh di bumi nusantara terasa di segala lini.

Tak usah lebay dengan kritik, bukankah kritik adalah sebuah suara kejujuran dari hati. Tak semua dibekingi elit politik tertentu demi hal semu. Kecurigaan hanya merusak tatanan sosial yang tertata, lagi pula kita negeri di mana suara warga amat dihargai konstitusi meski dalam aplikasi sering jadi sorotan. 

Yang paling ngeri itu membaca sanggahan elit yang pro dengan kekuasaan yang terlalu over, kesannya bagaimana dengan semua kritik. Justeru semakin panas kritik itu jadi renungan terkait kebijakan yang ada, apa sudah selaras dengan kehendak rakyat atau hanya klaim semu untuk pembenaran diri. Bagaimanapun kritik adalah cermin diri untuk sebuah perubahan, kalau salah dipahami akan lahir aneka kecurigaan yang aneh plus menggelikan.

Mari perbaiki kualitas moral bangsa dengan sama meningkatkan kecintaan dan melakukan hal terbaik sebagai turut bagian dari kontribusi pada negara. Mungkin kebersamaan bisa merawat apa yang sudah kusut dan memperbaiki apa yang semu. (*)

Pandeglang,  8//7/21

Posting Komentar

0 Komentar