Orang Sepuh di Hari Kemerdekaan

Merdeka, merdeka, merdeka!

Begitu pekik kata Para Pejuang untuk memompa semangat keberanian, diselilingi takbir. Dua wujud nasionalis dan religius di bawah bendera Merah Putih. 

Sayangnya akar ini terasa hampa. Petinggi negeri kita banyak yang paranoid dengan sejarah bangsa, gerakan dan penghormatan banyak formil. Esensi terlihat sunyi. Yang disuguhi adalah aneka perdebatan terkait pembenturan nilai civil sociaty.

Banyak yang kurang peka akan ruang sosial yang panas dan sering dipanasi peristiwa. Pada jadinya hal itu jadi bola panas yang sering digunakan mereka yang suka menelanjangi nilai luhur kemanusiaan.

Di momen merdeka, tepat 76 tahun mengecup kebebasan bangsa dari belitan penjajah fisik, saya menyaksikan lakon sepuh memahami dan menyikapi kemerdekaan.

Saya lupa namanya, tapi kenal dan tahu orangnya. Rumahnya hafal, cucunya cukup dekat. Di fase sepuhnya ia tak terlihat cemas. Mengisi kajian imani dengan aktivitas ibadah. 

Di usia demikian masih aktif terus menampilkan syukur.  Kata "merdeka" dipahami bukan sekedar diyakini ada hal nyata dilakukan. Tak mau terbelenggu dan dibelenggu lago a sich. Idiil benar dilandaskan pada norma  nyata.

Bagi saya, ini tentu sebuah teladan. 

Merdeka itu momen syukur dan memperbaiki langkah. Yang tadinya terseok mulai diperbakin laju dan rel-nya agar mulus. Sebuah langkah benar untuk menghormati jasa Para Pahlawana bangsa. [ ]

Pandegalang |  17 Agustus 2021

Posting Komentar

0 Komentar