PROSESI KEMATIAN DAN PERNIKAHAN

Dua kejadian terjadi di waktu yang hampir bersamaan dan pastinya memberi kepanikan. Yang satu tetangga akan menikah. Pasti momen yang sakral dalam kehidupannya. Yang satu tetangga beda RT meninggalkan alam dunia menuju alam baqa. Momen panjang untuk merenung... suka dan duka ada di sana.

Pertama, jujur saja, menyaksikan orang menikah sering kali saya merasa paling nelangsa di dunia. Bagaimana tidak, ada hal yang belum saya miliki tetapi hal itu segera ingin di dapatkan.

Berapa ya uang harus dikeluarkan? 
Beuh, tendanya mewah, apa saya mampu?
Adalah kenyataatan bisa dipahami-kah oleh dia dan keluarganya?
Jangankan sekian, segini aja repot, layakkah saya bermimpi?

Setiap menyaksikan ragam walimah saya tak henti merenung, bertanya pada diri dan memantaskan diri; apa harap ini berlebih?

Di dunia setiap orang pasti punya harapan dan impian. Kalau orang lain telah mencapai "strata" yakinlah kitapun sama. Berharap dan berusaha mewujudkan itu. 

Ada rasa khwatir dan cemas menyeruak. Meski saya belum paham kenapa harus ada dua hal itu. Dua hal yang seharusnya disingkirkan. Pasalnya dunia berputar begitupula kehidupan, akan ada di masa kita ada di dasar dan puncak kedudukan.

Walaupun begitu, prosesi kematian mengetuk, sesekali menasehati diri akan kenyataan hidup. Ada masa harus kita melangkah atau diam ambil ancang-ancang. Itu kepastian. 

Pada wujudnya semua akan lenyap. Tak peduli masa dan waktu. Nikah dan mati hal yang istmewa, sakral, akan tetapi menyimpan beban untuk dipahami oleh kita. 

Bukan lomba, adu cepat. Proses untuk menata diri. Mengukur sejauhmana kita siap menelan resikonya. Besar-kecil, pahit-manis; silih berganti menyapa kemana sejatinya asa di dada. Wallahu 'alam.[ ]

Mahyu An-Nafi  |  16 Agustus2021

Posting Komentar

0 Komentar