Membicarakan Peristiwa Kematian

 


Satu bulan ini kampung saya dikagetkan dengan kabar kematian. Kematian yang beruntun menyapa warga.

Banyak yang terperangah: kok begitu cepat, padahal kemarin masih ngobrol dan baik-baik saja.

Meski saya yakin, orang yang berpikir demikian tahu bahwa mati perkara hak, perkara pasti yang menyapa, hal gaib yang hadir tanpa bisa ditebak datangnya.

Akan tetapi hal ini selalu menarik seolah barang baru yang hadirnya baru. Seharusnya, kalau kata ustad di layar kaca, dengan sifat mati itu gaib kita harus tetap "eling" bahwa kapan saja ia akan datang.

Dengan sifat gaib-nya, bukan membuat kita takut apalagi membencinya. Melakukan itu tidak akan memberi efek apa-apa. Dengan terus terjaga dan menyiapkan bekal secukupnya pastinya akan memotivasi kita melangkah menjalani hidup.

Steve Job dalam satu renungannya justru menjadikan kematian sebagai ruang meningkatkan produktifitas. Itu tidak aneh, sebab menyoal mati tidak lagi mengenal agama, ras, atau apapapun. Sifat mati itu sendiri universal. Tinggal bagaimana produktifitas dibentuk lewat sudut pandang kita.

Tiga peristiwa kematian di kampung saya, memberi saya pemahaman lebih bahwa ihwal mati kita tak boleh main-main. Mati itu bentuk abstrak lain kehidupan, apalagi kita muslim percaya, pasca mati itu ada kehidupan kekal.

Segala sikap dan tingkah laku semasa hidup akan diminta pertanggungjawabkan. Kalau neraka kita dapatkan, bukan Allah membenci kita, akan tetapi salah kita yang tak mau "eling" dengan masa hidup dan ribuan kesempatan menumpuk amal shalih.

Kalau surga kita nikmati, beruntunglah kita yang tetap terjaga dengan kehidupan dunia yang sering menipu. Surga didapat karena ridha-Nya bukan sekedar usaha kita. Inilah pentingnya kita memahami otoritas Allah dalam kehidupan.

Pantaslaslah Al-Qur'an selalu menyisakan pesan bahwa tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Mati yang penuh drama atau senyum ceria? Semua dikembalikan pada individu masing-masing.

Hal ini diperkuat dengan sabda nabi yang mengatakan telah meninggalkan dua nasihat kepada kita makhluk Allah; nasihat yang bicara dan nasihat yang diam.

Apa maksud keduanya itu?

Nasihat diam kata nabi yaitu kematian. Dikatakan diam karena ia tidak memiliki suara dan gema. Tetapi bak pedang terhunus sayatannya nyata dan terasa. Ada riwayat menyebut sampai 4000 tahun lebih pasca dicabut nyawa rasa sakitnya masih terasa.

Begeitu mengerikan?!

Sedang nasihat yang bicara itu al-Qur'an. Kenapa begitu? Karena di alam al-Qur'an tercatat pesan, ajaran, dan kabar terkait informasi hidup selamat dan bekal pasca mati.

Kitapun diberi cara dan jalan mana kiranya jalan yang bakal menyengsarakan kita serta jalan mustaqim yang menuntun pada pintu keselamatan. Sederhananya, kita dberi pilihan akankah memilih jalan idealis apa apatis? Semua diserahkan pada diri kita yang telah diberi kemampuan daya cerna.

Oleh karena itu, sejatinya peristiwa kematian di sekitar kita ialah potret kematian yang mungkin saja kita alami. Maka menjadikan itu sebagai i'tibar layak kita lakukan agar kita tidak merugi nantinya. Wallahu 'alam (*).

                                                                        Pandeglang, 9 Maret 2022 

Posting Komentar

0 Komentar