Review Buku Umar al-Faruq

Sumber Olx.id


Judul Asli : Al-faruq 'Umar

Penulis : Dr. Muhammad Husain Haekal

Penerjemah : Ali Audah

Cetakan : Ke-12, Oktober 2011

Penerbit : Pustaka Litera AntarNusa

Tebal : 848 halaman


Siapa yang tak kenal sahabat utama ini? Yakin dan mustahil rasanya. Nama Umar bin Khattab amat lekat di benak kita. Sosok sahabat nabi yang tegas, keras lagi berani. Tak pandang bulu dan amat kritis. Kepeduliaannya pada nasib sesama amat memukau. Prinsip keadialan tertanam kuat dalam langkahnya.

Umar tak hanya jawara dari masa jahiliyah, di masa Islam pun dia termasuk jawara yang menjadi magnet tersendiri bagi orang Quraiys. Tercatat, masuknya Islam menjadi peralihan strategi dakwah Nabi dari tersembunyi ke dakwah yang terbuka. Goncangan hebat pula pada konconya di dedengkot Quraiys.

Dengan peralihan jangkaun dakwah makin meluas, akan tetapi diikuti dengan resiko besar di baliknya. Kriminalisasi besar-besaran, embargo sampai pada upaya penghilangan nyawa secara terstruktur, masif, lagi terencana.

Di saat inilah, iman teruji. Segala ujian dan cobaan pada akhirnya menjadi suntikan iman pada sahabat. Mereka tabah dan mampu menjalani segala macam pelik itu dengan kerangka Islam nan kokoh di bawah bimbingan saydul mustofa, Muhammad saw.

Sampai pada nabi hijrah ke Madinah dan di sana membangun peradaban dengan nabi sendiri sebagai kepala negaranya. Nabi mulai aktif dalam politik praktis untuk menghadirkan negeri damai, adil, dan sejahtera. Bagaimanapun, dakwah tanpa  kekutan cukup berat dengan kobaran ancaman di mana-mana.

Saat masa juang bersama nabi inilah banyak lahir calon pemimpin di masa depan yang kelak melanjutkan estafet perjuangannya. Salah satunya tokoh yang akan kita bahas.

13 tahun nabi berdakwah dengan pendekatan kebudayan, maka 10 tahun mulai merambah pada jalur politik. Selain Islam sudah memiliki kekuatan dan wilayah yang cukup luas, gangguan teritorial dari Persia dan Romawi tak bsia dihindari. Itulah di antara sebab nabi mengubah haluan. 

Namun, kabar wafatnya nabi menjadi awan mendung di jiwa kaum muslimin. Ada yang lari dari  islam, ada yang tidak percaya akan kematian nabi, dan adapula yang legowo atas kabar duka itu. Mereka percaya, siapa yang bernyawa psti akan mati. Tak terkecuali nabi muhammad saw.

Di antara yang amat terpukul akan wafatnya nabi ialah Umar bin Khattab. Ia tak percaya, di matanya nabi bukan mati tetapi tengah bertemu Allah. cepat atau lambat akan kembali seperti perginya nabi Musa bertemu Tuhannya. Tak lama Umar tersadarkan dari pidato Abu Bakar as-sidiq.

Singkat kata, atas kekosongan kepmimpina dan khawatir atas pergolakan yang ada kaum muslimin pun mengadakan musyawarah.

Musyawarah itu berjalan alot karena Ansor-Muhajirin berharap dari kelompoknya terpilih menjadi penerus kepemimpian politik nabi. Abu Bakar pun terpili secara aklamasi. Proses demokrasi terlihat berperan di sini. Begitu kata ilmuan barat dalam senarai tulisan Cak Nur. 

Umar Menjadi Khalifah

Duka kembali meyemai kaum muslimin, khalifah Abu Bakar saat berulang ke hariban-Nya. Kematian yang tentu saja menambah pukulan, tetapi dengan ijtihadnya ia mengangkat Umar sebagai pelanjut kemimpinan.

Di masa ini, cikal peradaban besar tengan dirajut sampai mampu menaklukan dua peradaban besar, yakni Romawi dan Persia. Kaisar Heraklius dan Kisra Persia bertekuk lutut di bawah panji Islam setelah sebelumnya terlibat perang karena tak mau mengiuti tawaran diplomat muslim: bayar jizyah, masuk Islam atau perang. Keduanya memilih perang. Padahal tawaran damai selalu ditawarkan.

Anggapan yang mengatakan bahwa Islam disebar dengan pedang memang tidakk salah, tetapi yang harus dicatat ialah Islam hadir dengan tawaran lebih dulu. Sepanjang sejarah tidak membolehkan pertumpahan darah. Kalaupun terjadi, itu lebih kepada menjaga kehormatan dan harga diri dari rongrongan teror.

Di bawah kepemimpinan Umar, Islam menyebar sampai ke berbagai negara. Selain berhasil membebaskan negara dari imperium besar, islam hadir sebagai pintu terbukanya damai dan nyaman di bawah daulah Islaniyah tanpa ada kelas sosial lagi.

Kesuksesan kepemipian Umar tak hanya diakui oleh para cendekiawah musliim, tetapi oleh para orientalis Islam. Penulis menyampaikan dengan cerdas di tiap lembar bukunya. Setelahnya, sejarah mencatatkan nama Umar dalam bagian pemimpin besar.

Hal itu tidak aneh, ditopang dari usaha keras dan upaya sungguh-sungguh Umar yang menjalankan roda pmerintahan atas prinsip transfaransi, terbuka, dan tidak pilih bulu. Di matanya, keadilan ialah hak semua dan kemakmuran itu mutlak harus dirasakan rakyatnya.

Itu bukan slogan belaka, ada bukti dan fakta nyata dilakukanmya. Bahasa ini di abad modern amat famiiar, siapa nyana Islam dan peradabannya sudah melukiskan itu di bawah panji politk negaranya. 

Di buku ini kita akan lebih mengenal seorang pribadi sahabat nabi yang kokoh dengan imtaq, cerdas, berani, inovatif, dan welas asih pada rakyatnya. Sisi keadilan dan keterbukaan di antara yang diperjuangkannya.

Namun, kita pun dipertemukan sisi kemanusiaan Umar yang bisa salah atau khilaf. Contohnya pemecatan Panglima Perang Khalid bin Walid yang terasa politis, pemnagian tunjangan harta pada warganya saat harta ghanimah menunpuk.

Terlepas dari itu, sejarah mencatatkan nama harum Umar dikancah pemikiran, sejarah, dan sisi politiknya yang cepat-tanggap melihat keadaan. Kontek sosial yang memberi teladan besar sepanjang abad jiwa muslim di seluruh bumi.


Peristiwa penyerahan Baitul Maqdis sampai kini masih dibicarakan kaum orientalis netral, betapa ia amat huamanis lagi toleran terhdap mereka yang berbeda keyakinan. Begitu damai lagi kasih. 


Seperti saat ia berbincang hangat dengan elit gereja, tak lama wakt shlat tiba. Pendeta itu sempat menawari shalat di dalam gereja, tetapi dengan lembut Umat berkata,


"Kalau Umar shlalat di dalam gereja, maka saya khawatir, gemera

Posting Komentar

0 Komentar