Review Film Atap Padang Mahsyar : Bicara Kritik Sosal dan Kesalehan Sosial!

Potret Film/internet

Jujur, film yang rilis di masa pandemik ini bukan daftar tontonan saya. Saya tergerak justeru menonton karena disarankan seseorang, tadinya sempat lihat Film ini kaku deh. Prasangkka buruk saya gitu. Eh, pas langsung nonton film-nya saya dibuat baper dan merinding.

Luar biasa sekali!

Saya mencatat dua hal terkait fim ini: Satu, esensi agama. Kedua, tentang pentingnya kesalehan sosial. Dua hal yang paradoks di tengah realitas sosial kita. Melalui potret bangunan Musolah yang tak layak huni. Ramai penghuninya. 

Bobrok, bocor kalau hujan, dan amat kecil. Tetapi ada hal patut diacungkan jempol terkait tokoh agamanya, KH. Buchori yang membumi sehingga mampu membimbing masyarakatnya ke arah insan kamil.

Kiai itu tak hanya pandai berteori tetapi langsung membaur ke tengah masyarkat. Saat jamaah ingin mengadakan sumbangan masal ke kampung-kampung dan meminta sedekah di tengah jalan-- seperti potret di masyarakat kita-- Pak Kiai tegas melarang : siapa katanya yang menggunakan Musolah ini, apa sumangsih kita pada mereka, dan pasti mengganggu lalu lintas. Tiga kalimat sindiran, keras tapi ngena. 

"Rasulullah itu diutus untuk menyempurnakan akhlak bukan menyempurnakan bangunan Musolah yang mau ambruk!" Selorohnya pada jamaah.

Kalimat tegas itu merespon jamahnya atas maraknya pencurian di kampung tersebut. Kata warga, mungkin efek dari PHK. Sehingga banyak yang "lapar" dan "gelap mata".

Maka Pak Kiai berinisiatif menggunkan dana untuk pembangunan Musolah itu diarahkan untuk dapur umum. Demi kemaslahatan ummat. Itu bentuk kepeduliaan dan kepekaan pada mereka yang gelap mata. Mereka harus dirangkul bukan untuk dijauhi. Siapapun malingnya harus disadarkan, bentuk penyadaran itu adalah membuat dapur umum.

Terjadilah pro-kontra di masyarakat. Sebagian tidak setuju karena tujuan awal kotak amal itu untuk merenovasi Musolah yang sudah tak layak lagi. kalau ditunda lagi, kapan mau benarnya itu bangunan. Atap di alam mahsyar masa gak dong?!

Sebagian lagi setuju saja atau diam. Intinya, apa yang diharapkan Pak Kiai sendiko dawuh. Pak Kiai itu panutan. Beliau lulusan Universitas Timur Tengah, gampang saja berkarir di mana pun.

Namun tak beliau lakukan, ia lebih memilih mengasuh warga sekitarnya agar memiliki muslim yang hanif dan punya karakter unggul. Mereka cerdas secara ritual dan cerdas secara sosial. Sungguh, ini relevan dengan komplektifitas di tengah masyarakat. Tantangan dakwah yang sulit pula.

Film ini turut mengkritik potret sosial itu. Betapa Masjid dan Musolah pasca isya dikunci termasuk toiltenya. Masjid yang seharusnya dijadikna rumah bernaung siapa saja, di antaranya mereka tersesat jalan dan menumpang bernaung. Tempat maksiat 24 jam buka, tuh, kata Arul.

Kok harus ditutup saja macam toko di pasaran habis waktu kerja saja?

Memang tidak mutlak salah, sebagian kita mengunci pintu Masjid atau Musolah tiap malam. Pasti ada alasananya. Satu di antaranya agar tidak kecuriaan barang berharga dan terjaga kebersihannya. Apalagi kita tahu di kota besar, ragam orang ke Masjid tidak selalu motifnya ibadah. Bahaya sekali kalau Masjid menjadi penampungan dan pelarian orang gak bener. 

"Sudah mau shalat saja sudah bagus. Adapun mereka belum baik perilakunya, maka biar shalat-nya itu membetulkan kesalahnnya. Kita tak harus sibuk menghakimi!" Tegas Pak Kiai.

Surat Al-Maun menjadi motivasi bersama, ini mengingatkan kita pada gerakan pendiri Muhammadiyah yang ingin mendobrak masyarkatnya terlau fokus pada ritual ibadah. Akan tetapi minus pada gerakan sosial. Banyak yang ibadah, tetapi ketimpangan sosial di mana-mana.

Film dengan bahasa sederhana dan dalam maksudnya. Dikemas secara alami. Sudah saatnya kita bergerak tidak lagi pada tataran individual. Perlu kiranya pada hal esensial. 

Lingkungan Musolah itu warganya hampir bermasalah. Ada mantan maling, korupsi, pencuri, dan laku kriminal lain. Atas ketulusan metode dakwah Pak Kiai mereka telah kembali ke jalan yang Allah ridhai tanpa paksaan. kita rindu tokoh begini.

"Islam itu bukan hanya pada baju, bangunan, dan simbol agama belaka. Kualitas Ialam itu adanya di hati dan akhlaknya," begitu katanya.

PR besar bagi kita negeri mayoritas muslim namun masih ramai dengan kasus kriminal, cabul, pelecehan seksual, pemerkosaan, dan permusuhan. 

Ini yang saya tarik hikmahnya pasca nonton, nah kamu gimana?  Wallahu'lam. (***) 

Pandeglang di guyur hujan,  5 Juni 2022 15:05

Posting Komentar

0 Komentar