Haruskah Pemerintah Minta Maaf atas Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu Pasca Belanda Juga Meminta Maaf?

Kabar Perdana menteri Belanda, meminta maaf kepada korban masa jajahannya, dalam hal ini Indonesia, masih menyisakan reaksi publik, pun masih menuai pro-kontra.

"Komnas HAM mendorong supaya Pemerintahan Jokowi menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat termasuk peristiwa 65-66," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung kepada CNNIndonesia.com, Minggu (20/2).

Sebelumnya, permintaan maaf dilontarkan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. Rute meminta maaf atas kekerasan yang terjadi usai Indonesia merdeka pada 1945.

Raja Belanda Willem-Alexander juga sudah minta maaf saat berkunjung ke tanah air pada 2020 lalu. Demikian dilansir dari CNN Indonesia.

Desakan untuk negara meminta maaf juga digulirkan oleh "para korban" keganasan tragedi 65, yang mana di usia senjanya bisa dibersihkan dari tuduhan tersebut. Kalau Belanda saja legowo atas kesalahannya, kenapa tidak negara meniru laku tersebut?

Tak sedikit dari mereka yang menjadi bagian PKI dan underbrow-nya ditangkap, dikriminalisasi, bahkan terkena cap pula di KTP-nya. Belum lagi jumlah korban yang "tak terbilang".  Namun sampai kini, belum ada kejelasan atas nasib dan status mereka yang "tidak terlibat" pemberontakan.

Suara Berbeda

Tidak sampai di sini, respon keras pun mengudara dari pihak yang kontra.

Isu yang mengatakan PKI dan Underbrow-nya, kalau benar "merasa tertuduh" itu korban, lantas bagaimana dengan mereka yang juga mati ditangan anggota simpatisan PKI?

Seperti yang kita tahu, PKI berhadapan langsung dengan elemen bangsa, terutama ummat Islam. Tak sedikit dari kader NU menjadi korban, kader PII, maupun khalayak yang tercatat di peristiwa kelam bangsa.

Apakah mereka tak pantas meminta keadilan juga? 

Kesimpulan

Sampai di sini, benar apa yang dikatakan Prof Salim Said, mengurai siapa dalang dibalik aksi kejam 65 itu masih menjadi diskursus panas.

Setidaknya, ia mencatat ada 4 pendapat siapa dalang di balik gerakan Gestapu itu. Pertama, Soeharto; kedua, Soekarno; Ketiga, PKI; Keempat, agen CIA.
 
Tetapi jelasnya, dengan fakta yang ada PKI sebagai dalang di antara bukti kuat sejauh yang ada. Telihat atas track-record dari semenjak merdeka sampai tahun 60-an, dari wacana akan mempersenjatai sipil sampai gerakan lain.

Sederhananya, kalau negara "masih tetap dipaksa" untuk meminta maaf, tidakkah khawatir dengan konflik horizontal korban di pihak lain?

Seperti kita tahu, kualitas demokrasi kita dan mentalitas warga kita belum sematang warga Belanda. Belum kita  ngomongin covid dan pengaruhnya, terorisme, dan para bandit serta tikus berdasi yang kian hari amat mencemaskan.

Akankah kita akan menutup mata? []

Pandeglang |  19 Februari 2022   

Posting Komentar

0 Komentar