Narasi "Wayang Haram" di Kajian Ustad Khalid, Kenapa Geger?


Sorotan pedas pada ceramah Ustadz Khalid tentang wayang masih menjadi pembicaraan kalangan. Terutama kawula dalang dan mereka tersinggung karennya, atau bisa jadi siapa yang ikutan bicara tanpa tahu apa-apa.

Wayang itu budaya yang dianggap haram dan jelas bertentangan dakwah rasulullah, katanya. Muslim perlu tahu itu, memilih tobat dan tidak memilih "jalan kebudayaan" mutlak dilakukan sebagai wasilah dakwah. Selain berbahaya, mengarah pada aroma musyrik.

Atas tanggapan keras itu, Ustadz Khalid pun meminta maaf. Namun banyak pihak terus mengecam dan bahkan, melaporkan kepada pihak kepolisian agar bisa menyelesaikan sesusai tupoksinya.

Melihat kegegeran ini, saya sendiri terheran. Heran dengan suara geger. Apakah mereka baru tahu atau memang ini "kesialan" menimpa Ustadz Khalid?

Isu dan Narasi Lama

Seperti yang kita tahu, narasi bi'dah dan tak ada di masa nabi telah lama terdengar di bumi pertiwi. Tak hanya wayang, budaya lain pun sama kena damprat. Di YouTube atau kajiannya dengan tema demikian banyak sekali. Biasanya menjadi ciri khas gerakan Salafi.

Serius belum tahu atau kita pura-pura tidak tahu?

Adagium "kembali kepada sunah" sudah menjadi warna realitas sosial kita. Bukan gerakan nw. Secara historis, sudah tumbuh saat  republik merdeka. Pastinya, membenarkan bahwa "budaya nenek moyang" tidak memiliki fungsi dalam jalan dakwah.

Pikirnya, dakwah harus menggunakan cara lurus dan jalan murni. Cara murni dengan tidak "menggunakan" kreasi lagi transformasi.

Melihat dari Sudut Demokrasi

Demokrasi, seperti yang kita tahu, memperbolehkan warganya menyuaraan ide juga pemikirannya di depan publik. Suara itu, di beri ruang selebarnya. Selama belum ada batasan tertentu dari wakil rakyat.

Sederhanaya, tak ada yang salah dengan ide dan sikap Ustadz Khalid tentang wayang kulit, karena itu haknya sebagai pemeluk Isam dan bagian tumpah darah indonesia. UU lindung itu.

Permintaanya kepadaa publik dirasa aneh, wong sudah "anti tradisi" kan, kenapa harus malu menunjukan jati dirinya lagi? Sudah jujur saja, akui saja. Ambil resiko atas sikap dan gagasannya. Pura-pura itu gak baik.

Meskipun perlu diberi garis bawahi, gaya ceramah demikian walau benar kurang bijak melihat realitas bangsa yang multikultur dan suku. Kurang pula memahami kekayaan bangsa itu, ya budaya dan adat istiadat yang ada. Padahal dunia mengakui sebagai kekayaan bangsa ini, tapi kok ada juga yang tida bangga?  

Jalan Tengah Kemelut

Sampai di sini kita paham tujuan benar saja tidak cukup untuk menyuarakan gagasan, perlu adanya metode. Metode yang baik, kalau bisa penuh inspiratif. Dakwah yang relevan misalnya memperhatikan estetika juga etika.

Gagasan Ustadz Khalid tidak salah, hanya saja kurang relevan dengan realitas yang ada. Menambah runyam resiko konflik. Ketakutan yang ada bisa memicu konflik. Seperti yang kita tahu, suara "anti wayang" dan "bungkusan bid'ah" itu gerakan kecil saja.

Sebelumnya, fine-fine saja kok, karena kita tahu dalang saja muslim dan punya dasar baik disampaikan dari acara itu. Kalau pun ada yang berbeda, bisa kita katakan itulah oknum.

Ngomongin oknum, di mana saja ada. Kalau bukan kita yang mejaga tradisi yang sudah lama menjadi sarana dakwah para dai nusantara, bukankah itu berarti tak ama lagi akan musnah kekayaan aset angsa itu. Gimana, mau tetap ngootot? (*)

Pandeglang | 16 Februari 2022 

Posting Komentar

0 Komentar