Tatapan Kamu dan Gestur Itu

Seharusnya kita tidak begini, merasa baik-baik saja. Padahal ada tengah berontak di dasar jiwa. Kita diam dan saling diam, mata kita seolah punya bahasa ingin saling sapa.

Ada bahasa halus yang sengaja kita tutupi. Pertemuan tadi, bahasa verbal itu, memberi isyarat ada sesuatu yang kita coba jaga, atau sengaja dibunuh. Apa itu mungkin.

Entah.

***

Kenapa kamu diam?

Aku tidak tahu, mulutku tertutup. Hanya ingin melihat kamu dan tak ingin menyapamu, karena bagiku itu beresiko.

Beresiko? Apa dari awal mengenal rasa itu sudah bagian dari resiko?

Ya. Tetapi resiko lebih lagi kalau ada tatapan dan pembicaraan langsung. Dan aku, masih memikirkan akibat dari itu.
Hmp, apa lelaki semua seperti kamu! Yang aku kira gantle, yang pada jadinya takut pada resiko dan akibat. Di saat yang sama lupa pada rasaku yang meradang. Di mana akalmu, hey lelaki nan kurindu!

Tidak semua, aku hanya satu dari lelaki pecundang yang ingin menikmati rasa  tanpa mau hanyut di gelombangnya. Aku pastikan, di luar sana banyak lelaki gentle dan berani, atau bahkan lebih sempurna.

Baca Juga:

Tapi aku suka dengan rasa pecundangmu itu! Walau jiwa kesal dan kecewa setengah mati. Ada ya, lelaki begitu!

Tapi kan, kamu suka. Suka dengan aku apa adanya tanpa dibuat-buat. Haha

Diam! Berisik!!!

Sok serius!

Biarin. EGP.

***
Oh umi, ada apa dengan rasa anakmu ini, kok penuh getar yang tak mudah ditata. Di saat yang sama takut, takut lebih dalam tercebur di lautan pengharapan. 

Baca Juga: 

Aku ingin lari saja... ke dekat dia. Lebih lekat menikmati titik getar yang melenakan manusia, ya, untuk segera dipermudah menuju takdir terbaik-Nya.

Kapan? 

Saat fajar telah menemukan mutiaranya, dan itu harus ada proses.  Siapkah dengan kenyataan itu? (*)

Pandegalng | 14 Februari 2022 

Posting Komentar

0 Komentar