Seharusnya, Tak Cukup Mimpi Saja


Sumber foto/ kompas.com

Mimpi adalah kunci

bagi kita menatap dunia

--

Begitu potongan lagu Nidji. Mimpi itu lentera dari gelapnya pengharapan. Orang yang tidak memiliki mimpi dan tak mau bermimpi sejatinya sekelompok orang ragu dengan jati dirinya. Padahal tiap orang pantas mendapat apa yang orang lain dapatkan.

Sampai di sini, ada hal yang perlu digaris bawahi yakni bermimpi saja tidak cukup. Bermimpi tanpa langkah seumpama sepeda tanpa roda. Sebagus apapun jenisnya, apa gunanya menjadi seonggok pajangan di tengah etalase.

Kamu perlu bermimpi, di saat yang sama juga wajib berusaha mengimplementasikan apa yang kamu impikan. Tak boleh satu haluan karena keduanya hal yang terikat. Hal ini seperti yang dijelaskan UAS dalam ceramahnya,

"Siti Maryam saja saat melahirkn nabi Musa a.s diperintah untuk menggoyangkan pohon kurma agar buah kurma berguguran. Padahal apa susahnya Allah mengugurkan buah kurma itu. Tapi Allah seolah mengajarkan kita tentang arti ikhtiar pada hambba-Nya. Padahal itu  wali Allah, padahal ibunya nabi, padahal itu termasuk wanita mulia sepanjang semesta. Untuk apa Allah memerintah nabi hijrah? Padahal nabi termasuk pemimpin para nabi dan rasul. Mudah saja Allah memusnahkan musuhnya. Tetapi Allah tidak melakukan itu!"

Dari potongan ceramah itu kita bisa menangkap sisi lain daripada ikhtiar. Selain diperintah untuk bermimpi atau berharap; jangan lupakan usaha setelahnya. Karena kepuasaan berangkat darinya. Tanpa itu, rasanya hanya menjadi penghias catatan buku. Esok lusa, bisa jadi kita menyesali. Mumpung masih ada kesempatan, mari kita benahi apa yang bisa jadi kita sesali. (*)

Pasar Pandeglang | 27/3/2022         

Posting Komentar

0 Komentar