Catatan Bulan Ramadhan 2022

*Puasa kelima
===
Tak terasa sudah kelima saja ramadhan menemani. Sayangnya, belum ada catatan yang mampu digoreskan pena. Bisa jadi karena sibuk, bisa juga karena kemalasan yang berlindung sebab tak ada ide menyapa.

Menulis itu sesuatu yang tak bisa dipaksakan, itu pandangan saya, entah bagimu. Kamu tahu, seharusnya sudah berapa tulisan saya torehkan. Anehnya nihil.

Mungkin juga karena suasana hati saya saja yang kurang fresh, pada jadinya berefek kepada banyak lini. Saya acapkali terkecoh akan rentetan ujian yang kerapkali menyapa.

Sepotong hati saya lain berteriak mendemo Pemilik Alam Raya atas ketidakadilan yang menyapa. Di mata saya, bukankah seharusnya kita boleh menebar marah dan dendam akan kenyataan yang tak manis di rasa. Toh, itu simbol kemanusiaan. Ciri kemanusiaan.

Di lain sisi, suara hati saya berteriak lantang mengingat hakikat hidup untuk apa dan ke mana. Dengan mempertajam intuisi jiwa agar peka terhadap hikmah di balik peristiwa, itu jauh lebih istimewa daripada terus menggerutu  menyalakan kenyataan hidup.

Esensi ramadhan yang biasanya sakral pun kini kurang saya minati untuk ditorehkan, karena hal tersebut sudah banyak digarap oleh penulis lain. Bisa jadi karena saya saja malas, ya? haha

Dua tahun ini saya kehilangan dua orang saya kagumi dan itu tidak jauh dengan bulan suci. Tahun kemarin, pas di hari raya kami berduka. Kalau yang lain tengah suka ria, maka tidak dengan kami yang kehilangan anggota keluarga menghembuskan nafas tepat di malam takbiran.

Begitupula sekarang, kakek pergi ke hariban-Nya saat di mana ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Terlihat aroma konflik pasca kepergiannya, jadi bingung harus gimana.

Adapun itu esensi, ya harus dihadapi. Ramadhan itu ekspersi ceria. Cerianya yang gimana saja: mau pura-pura atau serius, ya monggo. (*)

Posting Komentar

0 Komentar