Catatan Ramadhan 2022

~~
Tadi pagi tak sengaja melihat grup WA, di sana menampilkan dai kondang nusantara yang muda yang viral daya hafalannya amat memukau. Dalam kajian itu, ia mengatakan bahwa penggunaan Imsak di Indonsia salah kaprah. Tendensinya pun, ya kurang respek.

Dalam artian bahasa seharusnya makna puasa itu, ya imsak. Imsak itu pengertian dari puasa. Di banyak kitab fiqih sendiri, katanya lebih lanjut, istilah as-shoumu, as-siyyamu fi lughot imsaka. Artinya puasa itu definis lain dari dari imsak.

Singkatnya, istilah imsak di negara kita itu rancu. Tak jauh beda dengan opini bebas yang dikemukakan oleh sorang penulis FB, katanya di Arab Saudi itu tak ada istilah Imsyak yang ada di Indonesia.

Lanjutnya, di sana berpuasa lebih enak. Sekilas lalu, dibanding Arab Saudi kualitas sosial kegamaan kita tak ada apa-apanya. Sebagai anak bangsa saya tersinggung dan menyesalkan. Bukan apa-apa, kenapa memandingkannya tidak aple to aple.

Kalau dikatakan memiliki kekurangan, ya negara kita memiliki kekurangan. Lantas kalau dibandingkan Arab Saudi, apakah negara penuh baraqah itu juga memiliki kekurangan? Pisau analisis mana yang digunakan?

Bagi saya sendiri membaca dari berbagai sumber, mudah sekali kenpaa ada banyak paradoks istilah keagamaan di bumi tercinta. Karena pendakwah di nusantara kita cerdas dan memiliki jiwa seni.

Atau bisa jadi mereka yang usil klompok yang belum memahami kekayaan bangsa lewat tradisi dan adat setempat. Melihat imsyak seharusnya bukan sekedar teori dari sumber terpercaya. Lebih dari itu merenungi masa di mana tradisi itu ada. Untuk apa dan kenpa bisa begitu. Apa benar para sepuh belum paham teks formal agama, katakanlah masih awam. Rasanya tidak mungkin ya?

Kalau nanya langsung, jadi, gak mudah gitu nyalahin tanpa mau mencari alasannya apa. Atau bisa jadi belum tabayun pada pakar yang sering menggunakan istilah tabayun itu. Iya kan? Eh udah narik kesimpulan, jadinya blunder terus gitu. 

Hem, gimana versi kamu? [] 

Posting Komentar

0 Komentar