Obrolan Malam: Ngomongin Janda!

Ilustrasi Janda / JPNN.Com

Saat berbincang dengan rekan di Masjid menjelang sahur, ia bercerita tentang kerabatnya yang menikahi janda. Konon kabarnya, janda itu selain tajir juga memiliki anak lima.

Kabar menggelinding membuat curamnya hubungan keluarga si lelaki. Tak lain karena statusnya janda dan beranak lima. Padahal si lelaki anak kiai, dia dai muda, dan memiliki kemungkinan besar mendapat yang lebih baik.

'Terus masalahnya apa?" kata hati bertanya.

Saya tak mau menanyakan itu padanya takut tersinggung. Bagaimanapun itu ranah privasi. Mau gimana ia terlanjur cerita. Untuk itu, ada baiknya mengambil i'tibar atas kasus tersebut.

Ngomongin janda kesan masyarakat kita gimana gitu. Seolah ada gap. Gap sengaja diciptakan. Terutama kalau disandingkan dengan pemuda. Padahal apa salahnya?

Janda itu manusia, pemuda itu manusia. Sama-sama manusia kenapa harus usil? Adakah karena status janda itu "bekas" dan pemuda itu "original"? Atau karena pemuda itu punya trah biru lagi mulia.

'Jodoh itu,' kata Ki Balap, 'sarua jeng pati.' Artinya, jodoh itu sesuatu yang mirip dengan kematian. Dia barang gaib yang hanya Allah Maha Tahu. Kita hamba-Nya hanya sebatas ikhtiar mencari, hasil dan kepastian tetap ada di tangan-Nya.

Kita tahu, ada orang yang lama pacaran atas demi dan nama cinta katanya. Endingnya bikin mewek. Wanitanya dicomot laki lain karena orangtuanya bosen menunggu lama anak gadisnya belum jua dipinang.

Tiap hari rajin di-apelin, belum ngobrol via gadget sampe malam suntuk, tiap minggu di bawa keliling kampung orang macam barang pinjaman. Eh status tetap pacaran, kan nyelekit itu!

Terjadilah pernikahan atas keinginan orangtua, lantas pas nikah terjadilah pertemuan mengharukan lagi dramisir atas dua insan yang gagal ke pelaminan. Terlanjur diboyong orang yang lebih mampu, meski baru dikenal. 

Apa itu sebuah kebetulan? Tentu saja tidak! Jodoh itu perihal takdir. Tak ada yang tahu. Kalau toh dipertemukan dengan orang yang sama sekali baru justeru itulah pembenaran bahwa hamba terbatas tahu atas segala sesuatu. Ada yang Maha Tahu patut kita pahami yang mengatur segalanya. 

Sudah sepantasnya kita tidak membedakan status, mau janda atau perawan itu bisa sama saja. Selama kualitas diri dan iman terjaga. Kita pun patut menghormati orang mau menikah dengan siapa saja selama agama tidak melarang.

Dan jangan lupa, nabi pun kebanyakan menikah dengan para janda. Di kasus tertentu pernah merestui sahabtnya yang bujang menikahi janda, padahal nabi menyarankan perawan. 

Semoga kita bisa berhati-hati bersikap agar tidak menyinggung perasaan siapapun. Terlebih alasan seseorang wanita menjadi janda karena takdir atau alibi yang dibenarkan. Kan itu hak dia, kok usil? (*)

Posting Komentar

0 Komentar