Gerakan Islam: Budaya atau Politik, Mana yang Signifikan?

 

Sumber/NU.com

Akhir ini kita dibuat bingung dengan gerakan Islam yang macam rupanya. Mana yang jujur menjadi pembawa aspirasi Islam dan mana yang "menggerakan Islam" demi kepentingan semu, kita sungguh ragu mendiagnosa. Pasalnya, semua teriak membawa cita-cita Islam.

Tak jarang, ini memicu gesekan mengarah pada konflik horizontal. Terutama lima tahun ini, betapa ruang sosial kita dipenuhi kecurigaan. Terlebih harga-harga kebutuhan hidup amat mencolok nurani. Cemas sana-sini. Tak sedikit aktivis dakwah bersuara keras dibekuk penegak hukum karena terlalu vokal menyuarkan ide dan gagasannya. Hal ini memicu perdebatan yang alot: benarkah gerakan Islam dimanifulasi dan terus di awasi?

Di sisi lain suara bereda terdengar bahwa gerakan yang diawasi itulah gerakan kekuasaan (baca: politik praktis). Gerakan yang terlalu vulgar dan amat tendesius. Gerakan mencitrakan Islam terlalu kaku dan kurang ramah dengan warisan yang terpelihara. 

Misalnya naiknya harga kebutuhan hidup, bukankah itu bagian dari dinamika ya? Justeru yang perlu diperbaiki taraf hidup kita, bukannya menyerahkan pada keputusan politik belaka.

Padahal berislam, kata mereka, tidak melulu membincang kekusaan atau politik. Berislam itu soal sikap dan akhlak kita. Itu jauh lebih lentur memandang kehidupan dengan persfektif yang berbudaya daripada mencari kesalahan terus pada kenyataan pahit. Bukankah kita negara kaya budaya?

Atas realitas itu, bagaimana seharusnya kita bersikap?

Tulisan ini tengah mengajak teman-teman berpikir dan mencari solusi. Semoga dengan sama berpikir kita menemukan formula pas terhadap peristiwa terkini. Di antaranya yaitu:

Pertama, yang perlu kita ketahui bahwa gerakan Islam politik itu sikap sebagian mereka yang mapan secara ilmu dan harta. Singkatnya itu gerakan para elit. Tak lain, karena ini penuh resiko dan cukup mengancam. Tidak sembarang orang bisa bersuara.

Siapa yang terjun ke sana tanpa bekal yang cukup hanya akan menjadi bualan yang menyakitkan jiwa. Ada beragam teror dan ancaman. Maka gerakan politik pra-merdeka rata-rata digalakan mereka yang "elit", bisa jadi berangkat dari kecemasaan, kepekaan dan idealisme yang tumbuh dari prinsip hidup kuat.

Kedua, gerakan akhlak berbau kebudayaan biasanya dilakukan mereka dari kalangan biasa. Pendekatan ini lebih kepada keterpanggilan pada respons realitas sosial. Mereka sadar akan kualitas dirinya, maka gerakan itu lebih kepada saling mengetuk nurani bagaimana ber-Islam yang baik itu seperti apa dan untuk apa. 

Ketiga, menggabungkan antara gerakan kebudayaan dan politik praktis. Gerakan dakwah ini menemukkan momentum di masa kebangkitan bangsa di abad 19. Saat di mana banyak bermunculan organisasi rakyat menyuarakan cita-cita kebebasan juga kemerdekaan. 

Tak semua mereka elit dan kaum berharta, hanya saja memiliki masa yang banyak karena pamor yang kuat. Pendekatanya cukup lentur dan membumi di jiwa awam. Kemudian direspon sehingga menjadi gerakan masa yang cukup merepotkan barisan penguasa di masa itu. Pasca merdeka pun mereka tidak malu menduduki pos kekuasaan karena itulah wasilah menggemakan cita luhur ummat. Itu jauh realistis daripada bersuara keras di luar.

Dari ketiga gerakan itu, sampai kini masiih mewarnai ruang sosial kita. Melihat itu, mana yang paling baik dan buruk, rasanya terlalu dini kalau disimpulkan. Faktanya, setuju atau tidak ketiganya telah memberi sumbangsih besar untuk bangsa dan dunia.

Ke depannya, yang perlu dilakukan ialah dialog intens dan merekatkan tali persaudraan. Hati-hati memberi stigma negatif. Membuka wawasan yang lebih luas melihat peluang dan problem bangsa. Mana yang harus di dahulukan dan mana yang patut ditunda.

Dari gerusan kemajuan iptek, betapa potret harian kita, banyak ummat yang lemah ekonominya dan rendah mutu keilmuannya. Mereka gamang melangkah. Mereka galau akan bersikap. Padahal dua itu patokan kemapanan kita. Angka kesenjangan sosial justeru berawal dari sini sehingga mengarah pada laku kriminial. 

Hemat saya, gerakan ummat seharusnya difokuskan pada pogram perut penuh terisi dan otak cukup terdidik yang akan menambah imtaq kuat. Dengan begitu, gerakan kita sebagai ummat dan bangsa akan mudah mereflesikan cita-cita. Makmur, sejahtera, dan adil harus menjadi semangat kita melangkah merobek tabir derita di sekitar. Wallahu'alam (***)

Pandeglang ||  23|5|2022

Posting Komentar

0 Komentar