Meraba Keresehan Diri


===

SAAT tengah berbaring di musolah  tadi, sekelebat ada sosok yang aku lihat. Dia wanita, biasa, cukup usia dan aku tahu dia usaha di mana. Dengan keadaan tengah tepar itu, dia tengah asyik bercermin, mungkin tengah memoles wajah ayunya agar lebih glowing. 

Aku dibuatnya tercekat, kirain bukan sosok itu. Pada jadinya itu menimbulkan imajinasi dan mengembara pada harap di inginkan insan normal. Lahirlah resah di jiwa. Ada gundah melana. Bagaimana sekiranya kalau terjadi dan karakter yanga kubangun runtuh sesaat setelah rasa berpadu karena terpesona. Getar itu pun menjadi ritme memuakkan sekaligus menjengkelkan.

Setelah dia pergi, segera aku bangun. Kubasuh jasad yang mulai tak baik. Berwudhu mensucikan raga dari torehan dosa-dosa terasa lagi tak terasa. Untaikan inai di kepala menyergap apa saja yang terlintas. Sosok itu tlah memberi atau memancing imun diri dari janji iman dan kuatnya tauhid yang ditanam. Fondasi yang adapun dipertanyakan keakuratannya: akankah tergoda pesan setan?

Pikiran dan harapan yang berkecamuk itupun berakhir di dua raka'at syukur wudhu. Kulemaskan badan dan pasrahkan pada Yang Kuasa, Rabbul Izzati yang Maha Memahami Segalanya. Munajat pada-Nya dengan penuh harap. Kiranya ini adalah ujian dan dimudahkan dari segala angkara dosa yang dijerat setan dan seluruh bara tentaranya.

Keresahan ini, mungkin juga serupa yang dirasakan Manusia Sejagat, itulah Nabi Adam a.s. Di awal penciptaan sendiri dan Allah memberi nikmat dengan surga tempat tinggalnya. Apa yang diharap di sana ada dan tersedia. Tak harus dipinta; ada gertak di hati saja langsung tersedia. Tinggal 'am saja. Tiap saat bisa mengelilingi jagat surga yang luasnya tak terkira...

Namun apa nyana, ada sebongkah hatinya sepi. Ada jiwanya merasa sunyi. Jiwanya merasa tak betah diri. Allah Maha Tahu dan mudah sekali memahami bahwa Adam ciptaan-Nya ingin sosok menemani harinya. Bisa jadi mitra cita-cinta. Tempat melepas rindu dan risau, tak hanya itu tempat melahirkan lucu nantinya. 

Maka, saat Nabi Adam a.s. tertidur dari lelahnya aktivitas hariannya. Allah ciptakan Hawa dari tulang rusuknya. Wanita surga dengan kualitas mempesona, tak pernah tersentuh dan dicipta untuk hamba-Nya nan istimewa. Saat Adam terbangun itulah ia terkaget melihat sosok bak mutiara di tengah kenikmatan surga. Di sanalah terpincut akan pesona, maka rasa cinta itupun hadir sana. Tak hanya di hati nabi Adam a.s. juga Siti Hawa. Saat itulah, untuk pertama kalinya dua hati itu bertaut dan melalui Malaikat Jibril dua pasangan itu dinikahkan. Insan pun memadu rindu pun cinta dengan warna ketaatan, di sana awal kehidupan manusia dan nantinya di sana jua akhir perjalanan Para Pecinta yang Allah menjadikan tujuan-Nya.

Apa demikian rasa resahku sama? Apa getaran ini akan jua ditautkan pada Hawa yang tengah disiapkan di saat istimewa? Di sinilah timbul  resah jua, siapa aku kok merasa "memaksa" pada aturan Allah yang Maha Bijaksana. 

Tak mudah menjalani dan aku ingin tetap merekatkan harap pada pikiran sehat. Aku tak peduli dengan yang terlihat nyata. Pada aslinya orang itu tidak tahu sejatinya rasa kita, mereka hanya meraba apa yang terlihat. Lantas menyimpulkan kalau demikian mungkin bahagai. Padahal bahagia soal rasa dan nyaman di jiwa. Bukan kata orang atau kata ejekan mereka semata.

Sampai di mana ini menemukan muara? Kita lihat cerita pada catatan hariannya. Wallahu 'alam. (*)

Pandeglang   |     28/7/21

Mahyu An-Naf

Posting Komentar

0 Komentar