Hujan hadir di awal pagi, padahal fajar belum juga lama beranjak dari peraduan. Itu mungkin yang terbaik, mendinginkan kebekuan nasib manusia yang terselubung ragam harap.
Hujan pagi sepatutnya bukan lagi halangan mengutuk masa. Sebab hujan itu anugerah. Tiap titiknya barokah yang patut menjadi awal rasa syukur.
Bagi kita, mungkin, air itu hal biasa, terlalu banyak sampai kita lalai untuk mensyukurinya. Tetapi di sana, di negeri yang musim hanya dua, di negeri yang pasir menghiasi, konflik berdarah belum jua reda ...
... air itu sebuah kabar bahagia. Hujan itu sapaan kasih.
Ya, di sana, bukan di kita apalagi di sanubari kita. Terlalu dimanjakan "kekayaan hati" sampai melumutkan hati dalam peristiwa alam menyapa.
Ah, manusia punya saja alasan untuk mengalibi diri.
Memang mereka pikir Tuhan itu siapa bisa dibohongi?
Hujan pagi seyogyanya menjadi renunagan, bahwa rizki itu bukan wewenang kita. Kita hanya diperintah "melangkah", dari langkah itu Sang Pemilik Rizki akan menuntun pada takdir-Nya. Semangat pagi! []
Pandeglang | 14 Februari 2022
0 Komentar
Menyapa Penulis