Perlunya Orangtua "Bijak", Pada Kesalahan Anak

Ilustrasi anak dimarahi. (Foto: orami.co.id


Kontak konflik dalam keluarga rasanya sudah tak aneh terjadi, bisa dipicu karena "egoisme", "tak ada komunikasi hangat", sampai kepada harta dan tahta.

Sepintas lalu, ini terdengar klise. Memang klise sih, tapi ya ada. Saya sering mendengar konflik dan di saat yang sana ikut untuk menyelesaikannya, yang pasti membenarkan "sikap orangtua" dan selalu "menyalahkan sikap anak" menjadi hal diunggulkan.

Tak masalah kalau orang lain mengalami, tapi bagimana kalau diri sendiri mengalami? 

Akankah tetap setegar bumi?

Sejatinya, manusia itu makhluk yang mempunyai kekurangan dan kelebihan. Dua hal ini sebagai ciri kemanusiaannya. Tak bisa menyanggah kenyataan.

Orangtua pun begitu, sebagaimana manusia ia bisa salah juga benar. Anakpun sama. Maka meletakkan kesalahan hanya kepada anak, bagi saya itu berbahaya.

Dikatakan berbahaya karena ini seumpama api dalam sekam. Tinggal menunggu waktu, kapan saja bisa meledak. Untuk itu, kembali menelaah sikap perlu kiranya digali.

Kalau kita telaah, kasus kenakalan remaja bisa terjadi, tidak semua muaranya ada pada "anak nakal" itu. Sikap barbar anak biasanya dipicu oleh sikap orangtua yang 'kurang bersahabat" dengan anak.

Bersahabat di sini, bisa jadi karena "tidak memahami keinginan anak" atau "senagaja tidak mau" mengijabah apa yang sepatutnya anak dapat. Alih-alih memahami, yang ada "memaksa" dengan wewenang di miliki.

Tak ayal, anak bak robot. Melaju tanpa ada spirit darinya. Tercebur pada "dunia negatif" menjadi pilihannya. Karena di sana, mereka diberi ruang mengaktualisasikan jati diri secara bebas lagi melegakan. Terlepas, itu baik atau buruk.

Di fase ini, bagi saya ini keprihatinan. Kalau seorang anak bisa disalahkan, maka orangtua mesti pula merasa dan mengakui kesalahan.

Solusi 

Atas kenyataan buruk ini, perlu kiranya membuka sudut pengetahuan. Orangtua tidak lagi mewujud pada "siap otoriter" dan anak tidak berdiam pada "sikap pesimisme".

Keduanya harus membuka dilaog hangat dengan tidak selalu mengedepankan ego diri. Bagaiamana bangunan keluarga bisa tumbuh dari prinsip yang benar, agar kelak melahirkan kualitas anak yang unggul.

Mulai sekarang, kalau serius ingin memperbaiki "konflik keluarga" yang pertama kali perlu dikedepankan ialah sikap legowo. Sikap legowo itu akan menuntun pada harap yang baik. []

Pandeglang 13 Februari 2022        

Posting Komentar

0 Komentar