Memahami Rasa Arti Sakit

 

Sumber: Untajiapan.com

Dua hari lalu gejala itu mulai terasa, dan entah kenapa. Padahal upaya untuk "dikerok" dan meminum obat dilakukan.

Tiba-tiba timbul keinginan untuk melakukan di luar hal medis. Ada yang aneh di dalam tubuh, begitu saja ingin di ruqiyah. Padaha secara nyata itu urusan medis, mau gimana lagi.

Tetapi pas dicoba, ternyata benar ada yang tidak beres dengan diri saya. Setelah itu, sesuatu keluar tanpa dibisa dicegah.

Hmm, aneh!

Rasa sakit semakin memuncak di tengah malam. Saya harus sendiri menghadapi "rasa sakit" yang memuncak. Sekujur tubuh yang panas, nyeri, dan bergeliat menari di punggung. Macam terpanggang di tengah bara api! Ruqiah itu ternyata menyisakan nyeri lebih.

Tadinya saya berharap kepekaan pada mereka yang sedarah, pada jadinya itu hanya formalitas dan terkesan acuh. Walaupun alhamdulillah, tapi tetap saja ada luka menganga yang tak bisa dipadamkan.

Saya dan jiwa ini menyendiri dalam sudut kamar, menahan detik menyakitkan, merasakan luka yang entah apa. Apa yang diharap, terbungkam pada entah apa. Sendiri dalam nyeri, berat sekaligus melelahkan.

Di sisa malam itu, bayangan saya berputar pada kematian. Apakah ini sudah waktunya? Apakah malaikat Izrail akan cepat menyapa? Ada rasa belum siap, akan tetapi kenyataan tak bisa menutupi. Semua harus dihadapi. 

***

Saya menatap langit kamar yang temaram, adakah secercah asa di sana?

Ada banyak hal terintas di kepala, kalau hari ini mati, siapkah sudah mempertanggung jawabkan semua?

Ikhwal mati selalu perbincangan mereka yang "sakit", padahal mati tidak memerlukan "syarat sakit" atau apa saja.

Mati ya mati, ia menyapa tanpa kenal waktu. Seharusnya, bukan "mati" itu yang perlu dipikirkan, tetapi bekal untuk mati sudah sejauh mana.

Banyak dari kita terlalu fokus pada hasil tetapi melupakan pada usaha yang sungguh mencapai pada hasil manis. Ini yang harus jadi renungan, saya dan kamu pembaca. Gimana? (*)

Pandeglang | 13 Februari 2022 

Posting Komentar

0 Komentar