Sukses Mungkin (Tidak) Terkenal

Ilustrasi diambil dari grup motivasi hijrah

Aku tidak ingin terlalu bercerita dari mana ide ini muncul, biar aku saja yang tahu orangnya. Dia anak bapaknya, itu saja. Meskipun begitu, ada persepektif baru terkait makna "terkenal" dan "sukses" baginya.

Di mataku sama saja. Bukannya orang kepingin terkenal itu wajar. Wajar pula orang yang sukses rata-rata terkenal. Apanya yang salah coba, setidaknya itu yang aku pikir. Gak ada yang perbedaan mencolok.

Tapi kata dia, itu beda. Kalau terkenal belum tentu sukses, sebab sukses adalah orang yang berarti untuk orang sekitarnya, terutama ibunya-- orang yang telah melahirkannya. Sedangkan terkenal, bukanya banyak yang lupa dirinya dan lupa kalau dirinya punya harga diri. Lepas semua pegangan moral juga prinsipnya.

Dari sini aku berpikir dan terus menganalisis, apa sejujurnya esensi dari perkataannya itu?

Tiba-tiba aku teringat Aziz Syamsuddin, salah satu politisi Golkar yang diciduk KPK karena korupsi. Bang Aziz, kalau boleh memanggilnya, adalah politisi yang kerapkali nongol di layar kaca. Berani, lantang, dan pasti pintar. Pantas saja, orang kuliah di luar negeri.

Siapa nyana saat pledoi di persidangannya menyangkal dengan berurai kesedihan bahwa "tuduhan korupsi"  itu tidak benar. Dia kerja keras membangun karirnya sekarang. Bagaimana sewaktu dulu kuliah di luar negeri sana serabutan kerja, untuk bertahan hidup. Siang belajar dan malam harus kerja banting tulang. Dari cuci mobil dengan gaji yang tak sebesar gaji DPR pusat pastinya.

Ya, karir yang dibangunnya runtuh begitu saja karena terbongkar melakukan manipulasi keuangan. Tiba-tiba aku ingat peristiwa ini, ya terkenal tapi kena kasus. Ada juga artis terkenal lantas kena narkoba, cabul, free sex, dan seabreg hal lain.

Banyak banget pokoknya. Tentu saja aku harus menyingkat waktunya biar kalian tidak bosan membacanya. Mungkin dia benar bahwa terkenal tidak selalu berarti kamu sukses. Sebab namanya kehidupan ada pasang surut. Ada roda di sepeda, ada roda di pedati dan pastinya ada roda di kehidupan kita. Kita yang merasa manusia dan mau memikirkan hakikat kemanusiaannya.

Mungkin dia juga benar. Kita selalu kuat dan siap untuk menjadi orang biasa yang sederhana, tapi entah kalau kita punya segalanya apa tetap jadi orang yang berpikir "sederhana" jua? Kita mungkin bisa tetap ramah saat tidak punya apa-apa, terus gimana kalau sudah punya apa-apa akankah tetap jadi orang ramah?

Kita bisa berbusa bilang orang yang setia dan bilang arti sebuah komitmen, tunggu dulu, mungkin itu saat kita bukan siapa-siapa dan tidak terkenal. Apa ada jaminan kita akan sama saat banyak "kunang-kunang" yang lebih manis dan segar menghampiri dengan segala pesonanya?

Tiba-tiba aku ingat juga, saat dulu dia ngambek bukan main karena aku terlibat chat-an dari seseorang yang mungkin sering baca tulisanku. Mungkin orang itu punya perasaan dan aku senang ada yang mengapreasiasi tulisanku. Tidak dengan dia, dengan perasaannya, dan dengan janji yang pernah aku utarakan yang mungkin aku lupakan karena terlalu asyik disapa.

Dia mungkin terluka, justru aku lebih terluka karena bisa lupa dengan semua dengan apa yang aku katakan. Aku menyalahkan diriku yang kok bisa lupa? Kok bisa lalai dengan janji? Kok ingin melakukan itu? Saat itu,  aku dibatas cemas dan menerima apa keputusannya. Aku laki-laki maka harus tanggungjawab.

Untungnya, dia masih memberi pintu aku untuk kembali dan menginap di hatinya. Menyelami mimpinya dan mendayung bersama dalam naungan percaya pada takdir-Nya. Membangunkan aku agar tidak hanyut di sapuan masa lalu, masa kini dan mengajak ku duduk di tepian samudera masa depan yang lebih cerah!

Itu masa yang cukup krusial bagiku, dan itu efek dari kenal. Makanya sekarang dia tidak berharap aku terkenal. Menulis ya menulis. Berkarya ya berkarya. Usaha ya usaha. Niatkan karena Allah dan lakukan sepenuh hatinya. Hati sebelah untuk Emak dan sisakan untuknya juga. Lucu ya? 

Singkatnya, sukses itu saat dirimu nyaman dan bahagia dengan apa yang kamu dapatkan. Bersyukur dengan nikmat yang diberikan. Tidak rewel dengan ujian pahit dan tidak lupa diri saat dihampiri dengan popularitas bagus. 

Walau bagaimanapun semua kembali ke orangnya juga ya, masalah terkenal atau tidak itu soal prinsip kita. Prinsip itu apa hanya kata-kata belaka atau justeru aplikasinya kita terima. Terima apapun resikonya. Kita gak mungkin menutup mata banyak orang terkenal adem ayem hidupnya dan terjaga keharmonisan keluarganya.

Di fase mana saja sebagai seorang hamba kita harus siap, siap diuji oleh Allah. Ujian itu sesuai kapasitasnya. Tidak selalu sama mungkin serupa. So, jangan merasa paling menderita. Hadapi, renungkan dan nikmati semampunya. Tidak harus setuju, minimal pikirkan ya, kira-kira benar gak? (**)

Pandeglang,  28 Juni 2023    00.08

Posting Komentar

0 Komentar